Sinata.id – Program makan bergizi gratis (MBG) yang sejatinya dirancang untuk menyehatkan generasi muda justru kembali menjadi sorotan tajam. Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat, sejak Januari hingga September 2025, sebanyak 6.517 siswa di berbagai daerah Indonesia mengalami keracunan massal usai menyantap makanan dari program tersebut.
Data mencengangkan itu disampaikan langsung oleh Kepala BGN, Prof. Dadan Hindayana, saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (1/10/2025). Ia menyebut, total ada 75 kasus keracunan yang berhasil didokumentasikan, dengan lonjakan signifikan dalam dua bulan terakhir.
“Dari 6 Januari sampai 31 Juli hanya ada 24 kasus. Tapi sejak Agustus hingga akhir September, jumlahnya melonjak drastis jadi 51 kasus,” ungkap Dadan.
Dari laporan resmi BGN, wilayah Jawa menjadi daerah dengan kasus terbanyak, yakni 4.207 siswa. Sementara itu, Sumatera mencatat 1.307 kasus, dan Kalimantan-Sulawesi-Papua melaporkan 1.003 kasus.
Kasus terbaru bahkan muncul di Garut dan Cihampelas, Pasar Rebo, Jakarta, hanya dalam hitungan hari sebelum rapat digelar. Di Bandung, kejadian lebih parah lagi: makanan yang dimasak pukul 9 pagi baru tiba di sekolah setelah lebih dari 12 jam.
“Padahal SOP jelas menyebutkan maksimal enam jam, optimalnya empat jam,” tegas Dadan.
Biang Kerok Utama Keracunan MBG
Menurut Dadan, biang kerok utama keracunan ada pada kelalaian penyedia makanan atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Mulai dari pembelian bahan baku terlalu jauh hari, proses memasak yang tidak higienis, hingga distribusi yang molor jauh dari aturan.
“Banyak yang belanja bahan empat hari sebelum penyajian. Padahal aturan mewajibkan maksimal dua hari. Itu jelas memengaruhi kesegaran,” bebernya.
Selain itu, Dadan menyoroti sanitasi dapur yang masih jauh dari standar. “Ada alat sterilisasi, tapi pencucian peralatan tidak menggunakan air panas. Bahkan air untuk masak pun belum semuanya memenuhi standar kebersihan,” ujarnya.
Menghadapi kondisi ini, BGN tak tinggal diam. Dadan memastikan, penyedia yang terbukti melanggar SOP langsung dikenai sanksi berupa penutupan sementara hingga seluruh perbaikan dilakukan. “Tidak ada batas waktu. Semua tergantung seberapa cepat mereka berbenah dan lolos hasil investigasi,” tegasnya.
Presiden Prabowo Subianto pun turun tangan. Ia memerintahkan agar seluruh dapur penyedia melakukan sterilisasi alat makan, memperketat kebersihan, serta menggunakan air galon bersaringan untuk memasak.
Sertifikasi Keamanan Pangan
Sebagai langkah strategis, BGN kini tengah menyiapkan regulasi baru berupa sertifikasi laik higiene dan sanitasi (SLHS) serta sertifikasi keamanan pangan berbasis HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point).
Sertifikasi SLHS akan dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan atau Kementerian Kesehatan, sementara sertifikasi HACCP melibatkan lembaga independen yang berkompeten di bidang keamanan pangan.
“Jadi tidak hanya soal kebersihan dapur, tapi juga jaminan keamanan pangan menyeluruh,” pungkas Dadan. (A46)