Gaza, Sinata.id – Lebih dari 500.000 orang dalam 24 jam terakhir membanjiri Kota Gaza, menyusul pengumuman gencatan senjata yang menghentikan serangan Israel pada Jumat (10/10/2025).
Gelombang pengungsi yang pulang ini disampaikan oleh Juru Bicara Pertahanan Sipil, Mahmud Bassal, pada Sabtu (11/10)—menghadapi pemandangan kehancuran total, dengan lebih dari 67.000 nyawa melayang dan 9.500 lainnya masih hilang tertimbun.
Operasi penyelamatan darurat diluncurkan, namun hanya 155 jenazah berhasil dievakuasi. Dengan sumber daya yang minus, otoritas Gaza telah menerima 75 panggilan darurat sejak fajar dan mendesak Palang Merah untuk berkoordinasi dengan Israel guna mempercepat evakuasi.
Kota-kota di Gaza luluh lantak. Warga yang kembali terpaksa mendirikan tenda di atas puing, menunggu bantuan yang dijadwalkan tiba Minggu.
Walikota Khan Younis melaporkan 85% wilayahnya rata dengan tanah, dengan sekitar 400.000 ton puing harus disingkirkan sebelum rekonstruksi dimulai. Sebelum gencatan senjata, sekitar 700.000 orang mengungsi dari Kota Gaza dan wilayah utara.
Harapan mengiringi kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel, yang menjanjikan peningkatan bantuan dan pembukaan Penyeberangan Rafah.
PBB menyatakan 170.000 metrik ton pasokan—makanan, tempat tinggal, obat-obatan—telah menunggu di gudang luar Gaza, dengan pekerja bantuan yang “siap dan bersemangat”.
Menurut rencana AS, penyeberangan Gaza akan dibuka penuh Senin, mengalirkan 400 truk bantuan per hari—dan ditingkatkan menjadi 600 truk. Juru Bicara PBB Stephane Dujjaric menegaskan, “Yang berubah drastis adalah senjata tampaknya telah dibungkam. Lebih aman bagi rakyat kami untuk beroperasi.”
Tantangan distribusi mengancam di garis finish. UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina, mengaku memiliki pasokan untuk mengisi 6.000 truk dan siap mendistribusikannya.
Namun, larangan Israel atas aktivitasnya di wilayah pendudukan—meski tak berlaku untuk Gaza—dan kebijakan “tanpa kontak” yang melarang truk mereka masuk, menjadi ganjalan utama.
Sam Rose, Direktur Urusan UNRWA di Gaza, menekankan, “Kami punya makanan untuk 2-3 bulan, perlengkapan tempat tinggal untuk ratusan ribu, selimut untuk lebih dari satu juta orang.”
Jaringan dan kepercayaan masyarakat yang dibangun UNRWA selama puluhan tahun, kata Rose, kunci untuk distribusi yang cepat dan efektif. “Kami akan mempersulit kehidupan semua orang di Gaza jika UNRWA tidak diizinkan untuk ikut serta.” (A58)