Crime Story, Sinata.id – Suasana tenang di Desa Pematang Ganjang, Sei Rampah, Sumatera Utara, mendadak berubah riuh. Sore itu, Selasa (9/9/2025), Rian (17) dan dua temannya hanya berniat memanen buah sawit. Tapi langkah mereka terhenti di depan sebatang pohon aren mati yang sudah lama terbujur sejajar dengan tanah. Batang retaknya memperlihatkan sesuatu yang tak biasa, tulang-belulang manusia.
Rian, memberanikan diri membuka batang pohon itu. Begitu terkuak isinya ternyata kerangka manusia utuh. Dalam hitungan menit, kabar itu menyebar, dan warga berbondong-bondong datang. Pohon aren tua itu kini menjadi saksi bisu kematian seorang manusia.
Baca Juga: Kisah Hedviga Golik, Mayatnya Ditemukan Setelah 42 Tahun Kematiannya
Tak butuh waktu lama bagi polisi dan Tim Inafis Polres Sergai turun ke lokasi. Barang-barang sederhana, celana hitam, kaus biru bertuliskan “Just Run”, sebuah ponsel Nokia lawas, korek gas, dan gelang perak, semuanya tergeletak di samping tulang belulang.
Kapolsek Firdaus, AKP Ahmad Albar, mengimbau warga yang merasa kehilangan anggota keluarga untuk melapor.
Di tengah kerumunan, seorang ibu bernama Amelia (55) menahan air mata.
Anaknya, Muhammad Yuda Prawira (23), menghilang sejak 2023.
Amelia ragu, baju itu bukan milik Yuda, katanya.
Tapi putrinya, Mutia Sari (26), merasa lain. Ia mengenali gelang perak itu.
“Itu gelang adik saya… aku pernah lihat dia pakai sebelum hilang,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Desa Pematang Ganjang, Sugiono, mengingatkan bahwa pohon aren itu sudah mati empat tahun lalu dan baru tumbang tiga bulan lalu karena angin puting beliung.
“Mungkin korban dimasukkan ke dalamnya setelah pohon dilubangi,” ujarnya.
Polisi membawa kerangka itu ke RS Bhayangkara Medan untuk diautopsi dan uji DNA.
Baca Juga: Kisah Pilu Mona, Lokasi “COD” Berubah Jadi TKP Pembunuhan
Hingga kini, belum ada kepastian apakah kerangka itu benar Yuda atau orang lain, dan apakah ada tindak kejahatan di balik kematian ini.
Warga desa masih berkumpul di sekitar lokasi, membicarakan kemungkinan-kemungkinan dengan nada cemas.
Pohon aren yang dulu tak berarti, kini jadi pusat perhatian, menyimpan kisah kehilangan dan penantian panjang.
Dan di balik batang kayu retak itu, tersimpan sebuah cerita tentang keluarga yang mungkin akhirnya menemukan jawaban, atau justru menghadapi kenyataan pahit yang tak pernah mereka bayangkan. (A46)