Pematangsiantar, Sinata.id – Desakan agar Pemko Pematangsiantar menghentikan pembangunan gedung DPRD, terus disuarakan. Pembangunan gedung berbiaya Rp6,5 miliar dinilai belum mendesak dan jauh dari kata pro rakyat.
Sejumlah aliansi masyarakat mengemukakan tuntutan tersebut dalam rapat dengan Sekretariat Daerah Junaedi Antonius Sitanggang di ruang data Kantor Walikota Pematangsiantar, Jumat (12/9/2025).
“Siantar ini masih banyak butuh pembangunan, contohnya kantor lurah kita (Kelurahan Tanjung Pinggir) yang masih mengontrak,” ujar Ketua GEMAPSI, Anthony Damanik.
Dia menyarankan agar anggaran sebaiknya dialihkan untuk pembangunan insfrastruktur yang dinilai lebih membutuhkan, sehingga dampaknya akan lebih dirasakan masyarakat.
“Misalnya jalan rusak yang terjadi di jalan Rindung, kelurahan Tanjung Pinggir,” terangnya.
Menanggapi pernyataan tersebut, Sekda Junaedi memaparkan penghentian pembangunan gedung dewan hanya bisa dilakukan dalam kondisi tertentu.
“Kontrak bisa dihentikan, jika tidak sesuai perundang-undangan, saya sudah minta Dinas PU menyiapkan pasal-pasal kontrak untuk dipaparkan minggu depan,” ujarnya.
Rapat tersebut sebagai tindaklanjut atas komitmen Walikota Wesly dan Junaedi Sitanggang yang menyanggupi tuntutan massa aksi pada 1 September 2025. Adapun keduanya menandatangani fakta intergritas yang salah satunya memuat tuntutan penghentian pembangunan gedung DPRD yang dikerjakan CV Bukit Sion.
Tetapi hingga berakhirnya pertemuan, belum ada kesimpulan apakah pembangunan gedung wakil rakyat akan dihentikan atau tidak.
Dalam rapat dikemukakan bahwa pertemuan selanjutnya untuk membahas permasalahan dijadwalkan pada pekan depan dengan menghadirkan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR).
Turut ada dalam rapat aliansi masyarakat DPK JAMAN (Dewan Pimpinan Kota Jaringan Kemandirian Nasional) Johannes Sembiring, GEMAPSI (Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun) Anthony Damanik dan Direktur Senada Institute Chandra Malau. (SN14)
Dasar Hukum Hentikan Proyek Pemerintah
Dihubungi terpisah, Sabtu (13/9/2025), Antony membeberkan pembangunan infrastrukur pemerintah dapat dihentikan meski sudah berjalan.
“Dasar hukumnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan dan tekanan publik dapat membatalkan suatu proyek pemerintah,” katanya dihubungi Sinata.id
Dia menjelaskan beleid mengatur penggunaan diskresi dan mengamanatkan penerapan prinsip asas-asas umum pemerintahan yang baik, termasuk keterbukaan dan kepentingan umum, yang dapat menjadi dasar pembatalan.
Dia menyatakan masih banyak kebutuhan publik yang harus diperhatikan daripada pembangunan gedung DPRD yang terletak di Jalan Adam Malik.
“Salah satunya Pasar Horas yang terbakar yang butuh perhatian cepat karna berhubungan dengan kepentingan rakyat banyak. Kemudian kantor lurah yang masih banyak ngontrak, infrastruktur jalan yang masih banyak rusak, salah satunya di Jalan Rindung yang dimana sudah puluhan tahun tidak tersentuh pembangunan,” ungkapnya. (SN14)