Sinata.id – Babak baru dalam dinamika geopolitik internasional dimulai. Hingga Minggu (21/9/2025). Lebih dari 150 negara akui Palestina, dari total 193 anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memberikan pengakuan resmi terhadap Palestina sebagai negara berdaulat.
Terbaru, Portugal, Inggris, Australia, dan Kanada mengumumkan langkah serupa, membangun tekanan diplomatik yang signifikan menjelang Sidang Majelis Umum PBB pekan ini.
G7 Pecah Tradisi, Inggris dan Kanada Ambil Sikap
Langkah Inggris dan Kanada menjadi sorotan dunia karena keduanya adalah anggota G7 pertama yang berani mengakui Palestina. Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menyampaikan bahwa keputusan ini diambil demi menjaga harapan perdamaian Timur Tengah dan memperkuat gagasan Solusi Dua Negara.
“Sebagai negara besar, Inggris kini secara resmi mengakui Palestina. Ini bukan hanya keputusan politik, melainkan janji bagi masa depan yang lebih damai bagi Israel dan Palestina,” ujarnya.
Starmer mengingatkan bahwa Inggris 75 tahun lalu mengakui Israel sebagai tanah air bangsa Yahudi, dan kini waktunya memberi pengakuan yang setara kepada Palestina.
Prancis disebut akan mengikuti langkah tersebut dengan catatan khusus. Presiden Emmanuel Macron menegaskan, Paris akan membuka kedutaan besar di Palestina jika seluruh sandera yang masih ditahan di Gaza dibebaskan. “Itu syarat yang jelas bagi kami,” ungkap Macron kepada CBS News, dikutip Selasa (23/9/2025).
Arab Saudi Puji Gelombang Pengakuan Baru
Respons positif datang dari Riyadh. Arab Saudi menyatakan bahwa keputusan Inggris, Australia, Kanada, dan Portugal menunjukkan tekad internasional untuk mendukung solusi damai sesuai resolusi PBB.
“Kerajaan menegaskan dukungan pada penyelesaian menyeluruh yang menjamin keamanan dan kesejahteraan rakyat Palestina,” bunyi pernyataan resmi Saudi Press Agency.
Riyadh berharap semakin banyak negara mengikuti langkah tersebut untuk memperkuat Otoritas Palestina dan membuka peluang hidup damai.
Israel Anggap Ancaman
Sebaliknya, Israel memandang pengakuan ini sebagai langkah yang memperburuk ketegangan.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menilai keputusan negara-negara Barat memberi angin segar kepada kelompok bersenjata.
Menteri Luar Negeri Gideon Sa’ar menyebut pengakuan itu “kesalahan lama yang diulang kembali,” sementara Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir menyerukan pencaplokan Tepi Barat dan pembubaran Otoritas Palestina.
“Ini hadiah bagi kelompok Nukhba. Tanggapan tegas diperlukan,” kata Ben-Gvir.
Penolakan Menyentuh Dunia Olahraga dan Pariwisata
Tekanan terhadap Israel meluas ke ranah olahraga. Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez meminta federasi olahraga global mempertimbangkan larangan bagi Israel di berbagai ajang, menyoroti perbedaan sikap dunia terhadap invasi Rusia ke Ukraina dibandingkan operasi Israel di Gaza.
Gelombang protes publik juga berlangsung di Eropa. Pendukung Paris Saint-Germain dan suporter timnas Italia menggelar aksi menolak partisipasi Israel dalam kompetisi internasional. Koalisi organisasi hak asasi manusia bersama kelompok penggemar bola meluncurkan kampanye “Game Over Israel” sebagai seruan boikot.
Di Italia, Pemerintah Daerah Emilia-Romagna dan Wali Kota Rimini melarang partisipasi Israel di pameran pariwisata internasional TTG Travel Experience 2025. Penyelenggara, Italian Exhibition Group, membenarkan keputusan itu dengan alasan “tidak pantas secara moral dan profesional.”
Dengan lebih dari 150 negara kini mendukung status kenegaraan Palestina, peta diplomasi global mengalami pergeseran penting. Langkah Inggris yang bergabung dengan mayoritas negara pendukung dianggap sebagai titik balik dalam upaya penyelesaian konflik Timur Tengah. (A46|VOA|TI|K24)