Jakarta, Sinata.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kembali menyoroti penanganan kasus kerusuhan yang terjadi pada 25 hingga 31 Agustus 2025. Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menegaskan bahwa Polri tidak boleh berhenti pada penangkapan ratusan pelaku lapangan, melainkan harus menelusuri siapa otak intelektual di balik aksi tersebut.
Anis juga menyampaikan kritik atas langkah kepolisian yang telah menetapkan 959 orang sebagai tersangka, termasuk 295 anak-anak yang digolongkan sebagai pelaku kerusuhan maupun penghasut. Namun, dari jumlah itu, tak seorang pun yang dikategorikan sebagai perancang atau pengendali utama.
“Penting untuk diungkap siapa sebenarnya pihak yang berada di balik peristiwa ini. Polisi harus melakukan investigasi mendalam, transparan, dan berbasis pendekatan saintifik, bukan sekadar berhenti pada massa yang dikerahkan,” ujar Anis, Jumat (26/9/2025).
Anak-Anak Jadi Tersangka
Komnas HAM juga menyoroti serius penetapan status hukum terhadap ratusan anak yang terlibat. Menurut Anis, proses hukum terhadap anak harus merujuk pada Sistem Peradilan Pidana Anak (UU Nomor 11 Tahun 2012). Jika tidak, maka besar kemungkinan akan terjadi pelanggaran HAM dalam penanganannya.
Dari 295 anak yang ditetapkan tersangka, data kepolisian mencatat 68 anak diproses melalui mekanisme diversi, 56 anak sudah masuk tahap II, 6 anak berkasnya dinyatakan lengkap (P21), sementara 160 anak lainnya masih dalam tahap pemberkasan.
“Jika penanganan ini tidak sesuai dengan prosedur hukum anak, maka berisiko menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia,” tegas Anis.
Komnas HAM menekankan bahwa transparansi Polri adalah kunci. Publik berhak mengetahui siapa saja pihak yang menggerakkan massa hingga kerusuhan meluas. Bukan hanya pelaku lapangan yang bertanggung jawab, tetapi juga pihak yang mengorganisir dan menyulut konflik.
Sementara itu, Polri menyebut penetapan ratusan tersangka dilakukan berdasarkan 246 laporan polisi yang tersebar di 15 Polda. Meski begitu, kritik dari Komnas HAM menyoroti bahwa tanpa pengungkapan aktor intelektual, penyelesaian kasus ini dinilai tidak tuntas. (A46)
sumber: kompas.com