Sinata.id – Pertanyaan klasik namun selalu relevan kembali mencuat, lebih baik menabung di bank atau memilih jalur investasi? Dua opsi ini kerap membuat masyarakat bimbang. Di satu sisi, menabung dianggap aman dan mudah diakses, sementara investasi digadang-gadang bisa melipatgandakan kekayaan. Namun, apakah benar demikian?
Bayangkan Anda menyimpan Rp10 juta di rekening tabungan. Setiap bulan, saldo terasa aman karena terjaga oleh sistem perbankan. Bahkan, pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memberi perlindungan hingga Rp2 miliar per nasabah per bank. Rasanya, risiko kehilangan uang nyaris nihil.
Tapi jangan salah, bunga tabungan di bank saat ini rata-rata hanya berkisar 0,25% hingga 1% per tahun. Artinya, saldo Anda bertambah tipis, bahkan kalah jauh dibanding inflasi yang bisa mencapai 3%–4% setiap tahun.
Dalam bahasa sederhana, uang Anda memang tidak berkurang secara nominal, tapi nilainya menyusut saat dipakai belanja.
Beralih ke investasi, dunia ini menawarkan ragam instrumen: reksa dana, saham, obligasi, emas, hingga properti. Masing-masing memiliki karakter.
Saham, misalnya, bisa memberi keuntungan puluhan persen dalam setahun, tetapi juga berpotensi anjlok.
Reksa dana relatif lebih aman karena dikelola manajer investasi.
Sementara emas dianggap “safe haven” yang nilainya cenderung naik dalam jangka panjang.
Dengan modal yang sama, Rp10 juta, jika diinvestasikan ke reksa dana pasar uang, potensi imbal hasil sekitar 4%–6% per tahun.
Lebih tinggi dibanding bunga tabungan. Jika masuk ke saham unggulan, peluang cuan bisa dua digit, meski risikonya tak kalah besar.
Inflasi Sebagai Pembeda
Inflasi adalah momok utama yang membedakan tabungan dan investasi.
Uang Rp10 juta tahun ini bisa saja hanya bernilai Rp9,5 juta dalam daya beli tahun depan.
Menabung di bank nyaris tidak memberi perlawanan terhadap inflasi.
Investasi hadir sebagai senjata untuk melawan pelemahan nilai uang.
Ketika harga-harga naik, aset investasi, entah saham, emas, atau properti, cenderung ikut terdongkrak.
Di sinilah keuntungan jangka panjang investasi lebih terasa ketimbang menabung.
Suara Kaum Milenial dan Gen Z
Tren menarik terlihat di kalangan milenial dan Gen Z.
Generasi ini lebih berani masuk ke dunia investasi.
Aplikasi investasi online yang mudah diakses menjadi pintu gerbang.
Mereka berburu cuan lewat saham digital, bahkan kripto.
Namun, di balik tren ini, para pakar keuangan mengingatkan: jangan investasi hanya karena ikut-ikutan.
Banyak yang tergiur janji profit besar tanpa memahami risiko. Alhasil, kerugian pun tak jarang menghantui.
Menabung Tetap Relevan
Meski kerap dianggap “kalah saing”, menabung bukan berarti tidak penting.
Justru, menabung adalah fondasi dari keuangan sehat. Dana darurat, misalnya, wajib disimpan di rekening bank agar bisa diambil kapan pun.
Bayangkan jika seluruh uang Anda ada di saham, lalu tiba-tiba ada kebutuhan mendesak. Saat harga saham jatuh, menjualnya justru bikin rugi.
Karena itu, para pakar menyarankan membagi porsi: tabungan untuk dana darurat dan kebutuhan jangka pendek, investasi untuk tujuan jangka panjang.
Tabungan vs Investasi
Mari kita bandingkan.
-
Tabungan Bank: Rp10 juta dengan bunga 1% per tahun. Setelah 5 tahun, saldo menjadi sekitar Rp10,5 juta. Tapi jika inflasi rata-rata 3% per tahun, nilai riil uang Anda setara hanya Rp9 jutaan.
-
Investasi Reksa Dana: Rp10 juta dengan imbal hasil rata-rata 6% per tahun. Dalam 5 tahun, modal bisa menjadi Rp13,3 juta. Nilai riil tetap di atas inflasi, sehingga daya beli terjaga.
Dari simulasi sederhana ini, terlihat jelas bahwa investasi lebih unggul dalam menjaga sekaligus menumbuhkan nilai uang.
Meski terlihat menarik, investasi bukan tanpa bahaya.
Banyak kasus masyarakat tergiur investasi bodong berkedok keuntungan besar.
Alih-alih untung, modal justru raib. Karena itu, aturan pertama adalah hanya masuk ke instrumen resmi yang diawasi OJK.
Selain itu, ada risiko pasar. Harga saham bisa jatuh, obligasi bisa terguncang, bahkan nilai tukar bisa memengaruhi aset.
Itulah mengapa diversifikasi sangat penting, jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang.
Menabung di bank atau investasi? Jawabannya bukan salah satu, melainkan kombinasi keduanya.
Tabungan tetap menjadi pondasi keamanan finansial, sementara investasi menjadi mesin pengganda aset.
Seperti kata pepatah, “Jangan biarkan uang tidur di bawah bantal, tapi jangan juga membiarkan semua uang berperang di pasar.”
Dalam dunia finansial modern, pintar mengatur strategi lebih penting daripada memilih salah satu ekstrem.
Menabung dan investasi ibarat dua sisi mata uang. Keduanya saling melengkapi, bukan saling meniadakan. (A46)