Sinata.id – Sidoarjo diselimuti duka sejak Senin sore (29/9/2025). Musala Pondok Pesantren Al Khoziny di Desa Buduran tiba-tiba runtuh saat ratusan santri sedang khusyuk menjalankan salat Ashar berjemaah.
Dalam hitungan detik, lantai bangunan empat tingkat itu ambruk menimpa puluhan santri di dalamnya. Suasana khusyuk berubah menjadi kepanikan, teriakan, dan tangisan.
Hingga malam hari, tim gabungan dari Basarnas, BPBD Jawa Timur, TNI, Polri, hingga relawan masih berjibaku menyingkirkan tumpukan beton.
Suara lirih para santri yang tertimbun sesekali terdengar dari balik puing, menjadi tanda bahwa masih ada nyawa yang berjuang untuk bertahan.
Baca Juga: Horor Musala Ambruk di Sidoarjo, Santri Berlari Panik, Sebagian Masih Terjebak di Puing
Setiap rintihan itu membuat para petugas semakin bersemangat meski medan begitu sulit.
Nanang Sigit, Kepala Basarnas Surabaya, menegaskan evakuasi berlangsung penuh risiko.
“Posisi korban tidak terkumpul di satu titik. Material sangat berat dan peralatan terbatas. Kami harus berhati-hati karena dikhawatirkan ada ambruk susulan,” katanya.
Hingga pukul 19.00 WIB, tiga santri berhasil diselamatkan dalam kondisi hidup, meski puluhan lainnya masih terjebak.
Baca Juga: Musala Ponpes Sidoarjo Ambruk, Banyak Santri Tak Sempat Keluar Saat Bangunan Runtuh
Jumlah Korban Terus Bertambah
Data terbaru posko pencarian menyebutkan, jumlah santri yang dinyatakan hilang melonjak drastis menjadi 65 orang.
Sebelumnya, laporan hanya mencatat 26 nama.
Peningkatan jumlah ini membuat suasana di posko korban kian mencekam.
Para orangtua yang datang dari berbagai daerah tak kuasa menahan tangis saat mengetahui nama anak mereka masuk daftar pencarian.
“Ya Allah, anakku belum ketemu… anakku hilang,” teriak Faidah, salah satu wali santri sambil histeris.
Tangisan serupa juga terdengar dari Saifuddin, orangtua santri asal Sampang, Madura.
Dengan suara terbata ia memohon, “Anakku tolong, anakku belum ditemukan.”
Baca Juga: Detik-Detik Musala Pesantren Sidoarjo Runtuh, Suara Tangisan Korban Terdengar dari Reruntuhan
Satu Santri Meninggal
Laporan resmi Polsek Buduran mencatat 84 santri telah berhasil dievakuasi dari reruntuhan.
Dari jumlah itu, 83 mengalami luka-luka dan menjalani perawatan di tiga rumah sakit berbeda, sementara seorang santri berusia 11 tahun bernama Alfian Ibrahim, asal Bangkalan, Madura, meninggal dunia setelah sempat mendapat perawatan di RSI Siti Hajar.
Rinciannya, 34 korban dirawat di RSUD Sidoarjo dengan 26 luka ringan dan 8 luka berat, 45 korban lainnya berada di RSI Siti Hajar, sedangkan 4 santri ditangani di RS Delta Surya.
Pihak rumah sakit memastikan sebagian santri sudah diperbolehkan pulang usai mendapat perawatan awal.
Di sekitar lokasi, suasana mencekam bercampur haru. Bau debu beton, deru mesin alat berat, dan suara azan dari kejauhan menjadi saksi bisu peristiwa yang menelan korban jiwa ini.
Baca Juga: Musala Ponpes Ambruk Saat Salat Berjamaah, Ratusan Santri di Sidoarjo Panik Berhamburan
Sejumlah wali santri terlihat duduk beralaskan tikar di dekat posko, menatap kosong sambil menanti kabar buah hati mereka.
Sebagian lain menggenggam erat daftar nama korban yang ditempel di papan informasi.
Instruktur SAR Basarnas, Johan Saptadi, menuturkan kendala terbesar pencarian adalah material bangunan yang menumpuk di titik utama reruntuhan.
“Kami tidak bisa sembarangan memakai alat berat. Jika salah langkah, bisa terjadi runtuh susulan yang justru mengancam korban yang masih hidup,” jelasnya.
Sampai berita ini diturunkan, proses evakuasi masih berlangsung dengan penuh kewaspadaan. (A46)