Sinata.id – Polemik pengawasan gas melon bersubsidi kembali jadi sorotan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, pemerintah tengah mempertimbangkan langkah memperluas wewenang Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) agar ikut mengawasi distribusi LPG 3 kilogram.
Menurut Bahlil, subsidi yang digelontorkan negara untuk gas melon mencapai Rp80 triliun hingga Rp87 triliun per tahun. Angka yang fantastis itu, katanya, tidak boleh dibiarkan bocor hanya karena lemahnya pengawasan. Selama ini, tugas BPH Migas terbatas pada distribusi BBM dan gas pipa, sementara LPG subsidi masih ditangani langsung oleh Pertamina.
“Kalau subsidi BBM saja yang nilainya ratusan triliun bisa diawasi, kenapa LPG yang puluhan triliun tidak? Kita sedang kaji, apakah cukup diperluas ke BPH Migas atau perlu badan ad hoc baru,” ujar Bahlil usai menghadiri agenda di kantor BPH Migas, Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Subsidi Terancam Tidak Tepat Sasaran
Bahlil menegaskan, pengawasan distribusi LPG 3 kg sangat penting untuk memastikan subsidi tepat sasaran. Ia menyebut masih banyak laporan praktik penyaluran yang melampaui kuota resmi hingga memunculkan distorsi harga di berbagai daerah.
Sejumlah ekonom, termasuk Syafruddin Karimi dari Universitas Andalas, bahkan mengingatkan adanya praktik overkuota akibat lemahnya koordinasi antarinstansi.
“Tanpa pemanfaatan teknologi dan integrasi dengan aparat penegak hukum, pengawasan akan sangat terbatas,” kata Syafruddin.
Ia menilai, jika BPH Migas benar-benar ditugaskan, maka lembaga tersebut harus mampu memastikan hanya masyarakat berhak yang bisa membeli LPG bersubsidi.
Sistem distribusi pun idealnya terintegrasi secara digital agar tidak lagi terjadi kebocoran anggaran.
Menunggu Putusan Presiden
Meski kajian sudah berjalan, Bahlil mengaku belum bisa memastikan bentuk final kelembagaannya.
Pemerintah masih akan berkonsultasi dengan Presiden Prabowo Subianto sebelum memutuskan, apakah menambah tugas bagi BPH Migas atau membentuk institusi baru yang bersifat khusus.
Sejak kebijakan konversi minyak tanah ke LPG pada 2007, distribusi gas melon memang kerap menjadi titik rawan.
Subsidi yang besar namun minim kontrol kerap menimbulkan polemik di lapangan.
Kini, dengan besarnya nilai subsidi dan tuntutan akuntabilitas publik, pemerintah dituntut lebih serius memastikan distribusi LPG 3 kg tidak lagi menjadi ladang kebocoran.
“Ke depan, kita ingin pastikan subsidi benar-benar dinikmati rakyat kecil, bukan kelompok yang tidak berhak,” tegas Bahlil. (A46)