Pematangsiantar, Sinata.id – Advokat senior Pondang Hasibuan, SH, MH menegaskan pentingnya Mahkamah Agung (MA) membangun sistem evaluasi yang objektif untuk mengukur integritas hakim. Ia menilai, integritas merupakan dasar utama peradilan, dan tanpa integritas, keadilan hanya menjadi prosedur tanpa makna.
“Integritas hakim itu pondasi. Kalau pondasinya rapuh, bangunan keadilan tidak akan pernah kokoh. Selama ini penilaian integritas sering kali hanya berdasarkan bisik-bisik atau opini orang sekitar. Itu tidak bisa dijadikan ukuran. Harus ada instrumen yang jelas, terukur, dan bisa dipertanggungjawabkan,” kata Pondang Hasibuan kepada Sinata.id, Jumat (3/10/2025).
Pondang menegaskan, hakim bukan hanya dituntut paham hukum, tetapi juga harus memiliki kepribadian yang jujur, konsisten, dan berani menolak intervensi. Untuk memastikan hal itu, ia mengusulkan beberapa instrumen penilaian integritas, yaitu:
1. Indikator Perilaku (Observasi)
“Seorang hakim bisa dinilai dari konsistensi ucapan dan tindakannya. Apakah dia menepati janji, apakah berani mengakui kesalahan, dan apakah mampu bertanggung jawab. Penilaian ini bisa diperkuat dengan 360-degree assessment, di mana atasan, rekan kerja, dan bawahan saling memberi penilaian,” jelasnya.
2. Kuesioner dan Tes Integritas
Menurut Pondang, metode psikologis sangat relevan diterapkan untuk hakim. “Ada tes integritas yang dirancang untuk mengukur kejujuran, moralitas, dan kecenderungan melanggar aturan. Tes ini sudah banyak dipakai dalam dunia rekrutmen di sektor-sektor yang menuntut kepercayaan tinggi. Kenapa hakim tidak diuji dengan metode serupa? Justru profesi hakim sangat membutuhkan instrumen ini,” tegasnya.
3. Indikator Kinerja dan Rekam Jejak
Pondang menyebut rekam jejak sebagai bagian penting dalam evaluasi integritas. “Kalau seorang hakim punya catatan disiplin yang buruk, sering terlambat, melanggar SOP, atau menyalahgunakan jabatan, itu harus menjadi pertimbangan serius. Integritas tidak bisa dilepaskan dari catatan masa lalu dan konsistensi perilaku,” ungkapnya.
4. Audit dan Pengawasan
Ia juga menyinggung mekanisme pengawasan di Mahkamah Agung. “Badan Pengawasan MA sudah memiliki metode profiling seperti mystery shopper dan wawancara responden terpilih. Itu bagus, tapi tetap harus ada standar operasional yang ketat. Kalau tidak, hasilnya bisa bias. Pengawasan yang lemah justru membuka ruang manipulasi,” jelas Pondang.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya deteksi dini agar hakim dengan integritas rendah tidak ditempatkan di posisi berisiko tinggi. Menurutnya, hal itu penting bukan hanya untuk melindungi lembaga peradilan, tetapi juga hakim itu sendiri.
“Kalau hakim yang integritasnya lemah ditempatkan di posisi rawan, risiko pelanggaran etik sangat besar. Akhirnya bukan hanya merusak dirinya, tapi juga mencoreng lembaga peradilan. Karena itu, evaluasi integritas harus menjadi prioritas Mahkamah Agung,” tegas Pondang Hasibuan.
Ia menutup pernyataannya dengan penegasan bahwa integritas adalah nyawa peradilan. “Hakim yang pintar hukum banyak, tapi hakim yang benar-benar berintegritas sangat langka. Itu yang harus dijaga. Tanpa integritas, keadilan hanya menjadi slogan, bukan kenyataan,” pungkasnya. (A27)