Palestina, Sinata.id – Di tengah gencatan senjata yang mulai berlaku, para tim penyelamat di Gaza berhasil mengeluarkan lebih dari 50 jenazah dari reruntuhan bangunan. Penemuan tragis ini mengungkap kembali betapa dahsyatnya serangan yang terjadi sebelum perdamaian sementara ini diteken.
“Kami lelah, tetapi yang terpenting adalah perang telah berakhir, dan kami kembali ke reruntuhan rumah kami, yang akan kami bangun kembali menjadi lebih indah dari sebelumnya,” ujar Akram Al-Sahhar (50), dengan suara lirih.
Ia bersama anak-anaknya berjalan kaki sejak siang untuk mencapai Kota Gaza, menyaksikan pemandangan kehancuran di sekelilingnya. “Kami tidak akan menyerah.”
Kisah Akram mewakili ribuan warga Palestina yang mulai kembali ke rumah mereka yang hancur setelah dua tahun perang brutal. Kembali ke puing-puing, namun dengan harapan untuk membangun kehidupan baru.
Badan Pertahanan Sipil Gaza melaporkan, lebih dari 50 jenazah telah ditemukan dari reruntuhan dan dibawa ke berbagai rumah sakit pada Jumat (10/10/2025). Penemuan ini dimungkinkan setelah Israel mengumumkan gencatan senjata dan mulai menarik pasukannya dari Gaza.
Mohammed al-Mughayyir, seorang pejabat pasukan penyelamat yang beroperasi di bawah otoritas Hamas, menyebut setidaknya 55 jenazah telah ditemukan, meski tidak merinci waktu atau penyebab kematian mereka.
Sementara itu, Direktur Rumah Sakit Al-Shifa, Mohammed Abu Salmiya, mengonfirmasi 33 jenazah telah dibawa ke rumah sakitnya.
Ia mengungkapkan, salah satu korban tewas masih “ditargetkan hari ini oleh tembakan Israel” di utara Kota Gaza, meski gencatan senjata seharusnya telah berlaku.
Militer Israel menyatakan pasukannya telah menghentikan tembakan “dalam persiapan untuk perjanjian gencatan senjata dan pemulangan para sandera.
Penarikan pasukan ini mengakhiri tenggat waktu 72 jam bagi Hamas untuk membebaskan sandera yang tersisa, berdasarkan rencana perdamaian yang diajukan AS.
Pertahanan Sipil Gaza mengonfirmasi pasukan dan kendaraan lapis baja Israel telah ditarik dari posisi terdepan di Kota Gaza dan Khan Younis.
Kesepakatan gencatan senjata fase pertama ini diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump di Truth Social, setelah negosiasi yang sebelumnya kerap buntu.
Tahap pertama mencakup penghentian serangan dalam 24 jam, penarikan sebagian pasukan, dan pemulangan seluruh sandera dalam 72 jam.
Salah satu poin kesepakatan adalah pertukaran 20 sandera yang masih hidup dengan 2.000 tahanan Palestina. Hamas juga dilaporkan mengajukan pembebasan pemimpin Fatah Marwan Barghouti, serta pengembalian jenazah pemimpin mereka.
Fase pertama juga mencakup pengiriman bantuan kemanusiaan minimal 400 truk per hari ke Gaza. Namun, perjanjian ini masih menyisakan banyak pertanyaan kritis, seperti waktu pasti gencatan permanen, nasib Hamas, dan pemerintahan di Gaza pasca agresi. (A58)