Sinata.id – Seperti nadi utama yang mulai melemah, jalan lintas nasional penghubung Sumatera Utara dan Aceh kini berada dalam kondisi mengenaskan. Lubang-lubang menganga, badan jalan amblas, hingga tepi jurang tanpa pembatas, semua menjadi potret nyata jalur vital yang kian berbahaya. Di tengah derasnya hujan dan lalu lintas padat, nyawa pengguna jalan seolah dipertaruhkan setiap hari.
Lubang-lubang besar menghiasi badan jalan di kawasan Pintu Angin, perbatasan Kabupaten Karo dan Dairi. Beberapa meter dari sana, terlihat longsoran tanah menggantung di bibir jurang dengan sungai deras mengalir di bawahnya. Inilah wajah terkini jalan lintas nasional yang seharusnya menjadi penghubung utama Medan–Subulussalam, jalur yang juga menjadi akses penting menuju Provinsi Aceh.
Di Kabupaten Pakpak Bharat, tepatnya di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe (STTUJ), pemandangan serupa muncul kembali. Jalan bergelombang, sebagian sisi jalan amblas, dan tanpa pembatas pengaman. Setiap kali kendaraan besar melintas, tanah di pinggiran jalan bergetar, menambah rasa waswas bagi para sopir dan penumpang.
“Kalau musim hujan, ini jalan seperti neraka, bang. Licin, berlubang, dan di kiri jurang. Sudah banyak korban di sini,” keluh Hasugian, seorang warga kepada media, Senin (13/10/2025).
Keluhan warga bukan tanpa alasan. Jalur ini telah mencatat sejumlah insiden maut, termasuk tragedi memilukan pada 23 April 2025 lalu. Sebuah mobil Avanza kehilangan kendali dan terjun ke jurang Sungai Lae Kombih. Dalam peristiwa itu, tiga nyawa melayang dan satu orang lainnya dinyatakan hilang, tak ditemukan meski pencarian telah dilakukan hingga akhir April.
Baca Juga: Sosok Anti Puspita Sari, Antar Suami Bekerja Jadi Pamitan Terakhir
Kisah itu kini menjadi pengingat pahit akan betapa berbahayanya jalur lintas ini. Bukan hanya warga yang mengeluh, para pengemudi angkutan umum dan sopir logistik juga angkat suara.
“Kita bawa barang ton-tonan, tapi jalannya rusak parah. Kalau rem blong atau salah setir sedikit, bisa tamat,” ujar Rudi, sopir truk pengantar sembako tujuan Aceh. Ia berharap pemerintah tidak menunggu korban berikutnya untuk mulai bergerak.
Dari pantauan udara menggunakan drone, setidaknya ada enam titik rawan kerusakan parah yang tersebar dari kawasan Pintu Angin di Karo, perbatasan Dairi, hingga wilayah STTUJ Pakpak Bharat. Sejumlah titik bahkan berada tepat di tepi jurang dalam dengan arus sungai deras di bawahnya.
Belum lagi, di beberapa ruas jalan, aspal tampak retak dan terkelupas hingga menyisakan tanah merah berlumpur. Saat hujan turun, permukaan jalan berubah licin dan mengancam kendaraan kecil yang melintas. Tak sedikit pengendara motor yang terpaksa menepi menunggu reda, karena khawatir terperosok ke tepi jalan yang mulai terkikis.
Kondisi itu kini memantik kekhawatiran publik. Jalur lintas nasional ini bukan sekadar penghubung antarprovinsi, melainkan juga jalur ekonomi dan logistik utama yang menopang arus perdagangan antara Sumatera Utara dan Aceh.
Warga menilai lambannya perbaikan infrastruktur menjadi akar persoalan yang tak kunjung selesai. Sejumlah ruas jalan telah dibiarkan rusak selama bertahun-tahun tanpa pembenahan berarti. Ironisnya, di titik paling rawan justru belum ada pembatas besi atau marka pengaman.
“Kalau malam, gelap total. Tidak ada penerangan, tidak ada rambu. Hanya Tuhan yang tahu bisa selamat atau tidak,” ujar Hasugian lirih.
Harapan kini kembali tertuju kepada pemerintah. Masyarakat meminta agar Kementerian PUPR dan pemerintah daerah segera turun tangan memperbaiki dan memperkuat konstruksi jalan di wilayah Karo, Dairi, hingga Pakpak Bharat.
Peningkatan kualitas drainase, pembangunan pembatas jurang, dan sistem peringatan dini longsor menjadi tuntutan mendesak warga.
Sementara itu, sejumlah tokoh masyarakat di wilayah perbatasan menyerukan agar penanganan tidak lagi bersifat tambal sulam. Mereka menegaskan perlunya proyek rekonstruksi total agar jalur ini benar-benar layak dan aman dilalui.
“Jalan ini adalah urat nadi yang menghubungkan dua provinsi. Kalau terus dibiarkan rusak, sama saja kita membiarkan korban berikutnya jatuh,” tegas salah satu tokoh masyarakat Pakpak Bharat. [sn8]