Sinata.id – Ketegangan di Jalur Gaza kembali memuncak. Israel resmi menghentikan seluruh pengiriman bantuan ke wilayah tersebut pada Minggu (19/10/2025) waktu setempat, setelah dua tentaranya tewas dalam penyergapan yang dituding dilakukan oleh kelompok Hamas.
Militer Israel atau Israel Defense Forces (IDF) menyebut Hamas telah melanggar secara terang-terangan perjanjian gencatan senjata yang baru berumur sepekan.
Sebagai balasan, pasukan Israel menggempur puluhan target yang disebut sebagai “sarang teroris Hamas,” termasuk gudang senjata, pos penembak, hingga terowongan bawah tanah sepanjang enam kilometer yang dihancurkan menggunakan lebih dari 120 amunisi berat.
Selain melancarkan serangan udara besar-besaran, Israel juga menutup sementara jalur bantuan kemanusiaan menuju Gaza. “Semua bantuan ditangguhkan hingga pemberitahuan lebih lanjut,” ujar seorang pejabat keamanan yang dikutip Associated Press.
Baca Juga: Harga Emas di Pegadaian Hari Ini Naik Tipis, Antam Tembus Rp2,67 Juta per Gram
Keputusan ini memicu gelombang kecaman dari berbagai pihak internasional yang tengah mendorong perpanjangan gencatan senjata yang diinisiasi oleh mantan Presiden AS Donald Trump. Dalam rencana perdamaian tersebut, Hamas diminta melucuti senjata dan menyerahkan kendali pemerintahan Gaza kepada otoritas alternatif yang diawasi secara internasional, syarat yang hingga kini ditolak keras oleh Hamas.
Delegasi ke Kairo dan Campur Tangan AS
Di tengah situasi yang semakin tegang, delegasi Hamas dilaporkan telah tiba di Kairo untuk melanjutkan perundingan damai. Dari pihak Amerika Serikat, Wakil Presiden JD Vance bersama mediator Gedung Putih Steve Witkoff dan Jared Kushner dijadwalkan berangkat ke kawasan itu dalam waktu dekat. Upaya ini menunjukkan bahwa Washington masih berusaha mempertahankan gencatan senjata yang dicapai pada 10 Oktober lalu.
Kedutaan Besar AS di Yerusalem sejauh ini belum memberikan pernyataan resmi terkait perkembangan terbaru.
Korban Tewas Terus Bertambah
Sementara itu, kantor berita resmi Palestina, WAFA, melaporkan sedikitnya 44 warga Gaza tewas akibat serangan udara Israel pada Minggu pagi. Sumber medis menyebut sebagian besar korban merupakan warga sipil yang tidak sempat mengungsi. Hamas juga menuding Israel telah melanggar gencatan senjata terlebih dahulu dengan serangan brutal di berbagai titik, termasuk Gaza City dan Rafah.
Dalam bentrokan di Rafah, dua tentara Israel dilaporkan tewas dan dua lainnya luka berat setelah diserang menggunakan roket anti-tank dan senjata otomatis. Israel kemudian membalas dengan rentetan serangan udara hingga menewaskan sedikitnya lima orang di Gaza bagian utara.
Saling Tuduh dan Gencatan Senjata yang Runtuh
Di sisi lain, Hamas menegaskan masih mematuhi gencatan senjata dan menyalahkan kelompok pejuang yang “bertindak di luar koordinasi.” Pejabat Hamas, Ezzat Al-Risheq, menuding Israel berulang kali melanggar perjanjian dan mencari alasan untuk membenarkan agresi militernya.
“Israel terus menyalahi kesepakatan dan menciptakan dalih untuk kejahatan terhadap rakyat kami,” tulis Al-Risheq di kanal Telegram Hamas.
IDF kemudian mengeluarkan pernyataan resmi bahwa mereka “kembali menegakkan aturan gencatan senjata” namun akan “merespons keras terhadap setiap pelanggaran.”
Sandera dan Ketegangan Politik
Meski semua sandera hidup telah dibebaskan, 16 jasad korban yang tewas dalam serangan 7 Oktober 2023 masih belum ditemukan. Hamas mengaku membutuhkan peralatan berat untuk mengevakuasi jasad-jasad tersebut dari reruntuhan. Namun, Israel menuding kelompok itu sengaja menunda proses pencarian sebagai taktik politik.
Israel bahkan memutuskan menutup terminal Rafah di perbatasan Mesir tanpa batas waktu. Akibatnya, pasokan kemanusiaan ke Gaza semakin terhambat. Pihak Palestina menegaskan bantuan yang masuk masih jauh dari cukup untuk menyelamatkan 2,3 juta penduduk yang kini hidup dalam krisis pangan dan kesehatan.
Peringatan dari Kabinet Netanyahu
Menteri Transportasi Israel, Miri Regev, menegaskan bahwa perang belum berakhir.
“Jika Hamas menolak melucuti senjatanya setelah sandera dibebaskan, kami akan melanjutkan operasi militer penuh,” ujarnya kepada Army Radio.
Sementara itu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu disebut tengah mempersiapkan diri untuk kembali maju dalam pemilu 2026. Namun citranya tengah merosot akibat perang dua tahun yang menewaskan lebih dari 67 ribu warga Gaza dan 1.200 warga Israel sejak serangan 7 Oktober 2023.
Trump dan Rencana Perdamaian yang Retak
Donald Trump, yang sebelumnya mengklaim telah mengakhiri perang dua tahun itu lewat kesepakatan damai, kini kembali bersikap keras terhadap Hamas. Ia memperingatkan bahwa AS “tidak punya pilihan selain menyerang” jika Hamas terus melanggar kesepakatan.
Trump menuduh Hamas melakukan tindakan brutal terhadap warga sipil di wilayah yang sudah ditinggalkan pasukan Israel, sementara Hamas bersikeras operasi tersebut adalah bagian dari penegakan hukum internal.
Rencana perdamaian Trump didukung sejumlah negara Arab dan Barat, termasuk Jerman yang baru-baru ini mengirim tiga prajurit ke pusat koordinasi militer di Israel selatan.
Namun, survei terbaru Channel 12 TV Israel menunjukkan pesimisme publik: hanya 36% warga yang menganggap negaranya menang dalam perang, sementara hampir separuh menilai tak ada pemenang sama sekali.
Kini, di tengah langit Gaza yang kembali diselimuti asap dan ledakan, harapan perdamaian tampak semakin jauh dari kenyataan. Dunia kembali menyaksikan, bagaimana gencatan senjata yang rapuh runtuh hanya dalam hitungan hari. [zainal/a46]