Oleh: Pdt Manser Sagala,M.Th
Kisah pengorbanan Abraham terhadap anaknya, Ishak, menjadi salah satu peristiwa paling menggugah dalam sejarah iman manusia. Dikisahkan dalam Kitab Kejadian pasal 22 ayat 1–19, peristiwa ini bukan sekadar ujian ketaatan, melainkan juga gambaran iman yang tak tergoyahkan dan bukti nyata bahwa Allah selalu menepati janji-Nya.
Perintah yang diterima Abraham begitu berat. Tuhan memintanya mempersembahkan anak tunggal yang sangat dikasihinya sebagai korban bakaran di tanah Moria.
“Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak… dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran.”
(Kejadian 22:2, TB)
Tanpa menunda, Abraham segera mempersiapkan segala sesuatu dan berangkat bersama Ishak serta dua orang bujangnya. Dalam perjalanan panjang selama tiga hari, ia tidak menunjukkan keraguan sedikit pun. Keyakinannya tetap teguh bahwa Allah akan menyediakan jalan.
“Aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.”
(Kejadian 22:5, TB)
Perkataan itu mencerminkan iman yang luar biasa—sebuah keyakinan bahwa Allah berkuasa bahkan atas hidup dan mati.
Ketika Ishak bertanya dengan polos, “Bapa, di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?”, Abraham menjawab dengan penuh iman:
“Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.”
(Kejadian 22:8, TB)
Sesampainya di puncak gunung, Abraham membangun mezbah, mengikat Ishak, dan mengangkat pisau untuk mempersembahkan anaknya. Namun pada saat yang paling menentukan, Malaikat Tuhan berseru dari langit, menghentikannya, dan menyatakan bahwa Allah telah melihat ketaatan dan ketakutannya yang sejati.
“Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Ku-ketahui sekarang bahwa engkau takut akan Allah.”
(Kejadian 22:12, TB)
Seketika, Allah menyediakan seekor domba jantan yang tanduknya tersangkut di semak-semak sebagai korban pengganti Ishak. Dari situlah Abraham menamai tempat itu “Yehovah Jireh” — Tuhan yang menyediakan.
Kisah di Gunung Moria mengajarkan bahwa iman sejati bukan hanya percaya pada janji Tuhan, tetapi juga bersedia menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya, bahkan yang paling berharga.
Dalam setiap ujian hidup, Tuhan tidak pernah bermaksud menghancurkan iman kita, melainkan menguatkannya — sebab di balik setiap pengorbanan, selalu ada penyediaan dari Allah.
“Di atas gunung Tuhan akan disediakan.”
(Kejadian 22:14, TB). Haleluya. (A27)