Sinata.id – Indonesia bersiap menghadapi pekan yang penuh dinamika atmosfer. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini atas meningkatnya potensi cuaca ekstrem di berbagai daerah. Sejumlah wilayah sudah diguyur hujan deras dengan intensitas lebih dari 100 milimeter per hari, memicu ancaman banjir, genangan, hingga longsor.
Dalam beberapa hari terakhir, hujan deras mengguyur sejumlah wilayah dari barat hingga timur nusantara.
Data terbaru dari BMKG yang dikutip pada Selasa (11/11/2025), menyebutkan curah hujan ekstrem melanda Gowa di Sulawesi Selatan dengan 161,4 mm per hari, Malang 145,6 mm, Bima 128 mm, Tasikmalaya 114 mm, Banyumas 101 mm, dan Makassar 104,4 mm per hari.
Angka-angka itu menunjukkan intensitas hujan yang sudah masuk kategori “sangat lebat” dan berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi.
Menurut BMKG, peningkatan aktivitas cuaca ekstrem ini tidak terjadi begitu saja. Sejumlah faktor atmosfer berskala global, regional, dan lokal kini bekerja bersamaan menciptakan “dapur badai” di langit Indonesia.
Salah satu pemicunya adalah Siklon Tropis FUNG-WONG yang kini berputar di barat Filipina menuju Laut Cina Selatan.
Meski tidak melintas langsung di wilayah Indonesia, efeknya cukup kuat: hujan deras, angin kencang, dan gelombang tinggi menghantam kawasan timur dan utara tanah air, mulai dari Sulawesi Utara, Maluku Utara, Kalimantan Utara, hingga Papua Barat Daya.
Namun, bukan hanya itu. BMKG juga mendeteksi peningkatan aktivitas gelombang atmosfer Kelvin dan Rossby ekuatorial, dua fenomena yang berperan dalam pembentukan awan konvektif raksasa.
Kombinasi ini membuat langit Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, Laut Banda, Laut Flores, hingga Maluku dipenuhi awan tebal pembawa hujan.
Fenomena global lainnya, Madden–Julian Oscillation (MJO), kini juga aktif di wilayah Sumatera, Jawa, Bali, hingga NTB.
Ketika MJO bertemu dengan gelombang Kelvin dan Rossby, atmosfer Indonesia menjadi sangat labil, menciptakan peluang besar munculnya badai lokal dan hujan dengan intensitas tinggi dalam waktu singkat.
Baca Juga: Madrasah Harus Cetak Generasi Muslim Melek Teknologi, Bukan Hanya Fiqih dan Tauhid
Faktor Regional
Dari sisi regional, sirkulasi siklonik di Samudra Hindia barat Lampung hingga barat daya Banten juga diperkirakan bertahan selama sepekan ke depan.
Sistem ini memperkuat potensi pertumbuhan awan hujan di sepanjang pesisir barat Sumatera, wilayah selatan Sumatera, serta Jawa bagian barat.
Sementara itu, massa udara dingin dari daratan Asia mulai merambah ke wilayah Indonesia bagian selatan.
Hasilnya, suhu udara terasa lebih lembap, angin berhembus kuat, dan peluang hujan sedang hingga lebat meningkat di Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara.
Dampak Anomali Laut
BMKG turut mencatat nilai Dipole Mode Index (DMI) yang saat ini berada di angka -1,94.
Artinya, suhu muka laut di Samudra Hindia bagian timur lebih hangat dari biasanya.
Kondisi ini memperbesar pasokan uap air dari laut ke atmosfer Indonesia bagian barat. Akibatnya, wilayah seperti Sumatera dan Jawa kian rawan diguyur hujan deras.
Tak berhenti di situ, fenomena La Niña lemah yang masih bertahan di Samudra Pasifik juga ikut memperkaya cadangan uap air menuju kawasan tengah dan timur Indonesia.
Kombinasi faktor-faktor tersebut membuat langit nusantara benar-benar “penuh tenaga”.