Sinata.id
  • Indeks
  • Headline
  • News
    • Nasional
    • Regional
    • Dunia
    • Pematangsiantar
    • Simalungun
  • Trending
  • Bisnis
    • Investasi
    • Keuangan
  • Sports
    • Bola
      • Liga Champions
      • Liga Inggris
      • Liga Italia
      • Liga Spanyol
  • Teknologi
    • AI
    • Aplikasi
    • Gadget
    • Game
  • Rileks
    • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Entertainment
      • Seleb
    • Kolom
      • Religi
  • Wisata
No Result
View All Result
Sinata.id
No Result
View All Result
Sinata.id
No Result
View All Result
  • INDEKS
  • Headline
  • News
  • Trending
  • Regional
  • Nasional
  • Bisnis
  • Sports
  • Entertainment
  • Teknologi
  • Wisata
  • Religi

Memaknai Perbedaan Gender dalam Islam

Editor: Gunawan Purba
14 November 2025 | 05:30 WIB
Rubrik: Religi
perbedaan gender dalam islam sebagai distingsi. maksudnya, pembedaan peran yang saling melengkapi bukan sebagai diskriminasi yang merupakan perlakuan tidak adil.

Dosen STAI Samora Asmarani Nasution MSi

Oleh Asmarani Nasution Msi
Dosen STAI Samora

Perbedaan gender dalam Islam sebagai distingsi. Maksudnya, pembedaan peran yang saling melengkapi bukan sebagai diskriminasi yang merupakan perlakuan tidak adil.

Dalam pandangan Islam, laki-laki dan perempuan setara di hadapan Allah dalam hal kemanusiaan, ibadah, dan pahala. Namun memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda secara kodrati dan fungsional yang bertujuan untuk menciptakan keharmonisan hidup.

Wacana mengenai gender dalam perspektif Islam sering kali menjadi topik perdebatan hangat, baik di kalangan akademisi maupun masyarakat awam.

Stigma yang sering muncul adalah anggapan bahwa Islam, melalui ajaran-ajarannya, melegitimasi diskriminasi terhadap perempuan dan menempatkan mereka pada posisi sub-ordinat dibandingkan laki-laki.

Pandangan ini seringkali berasal dari
pemahaman tekstual yang dangkal terhadap Al-Qur’an dan Hadis, serta pengaruh budaya patriarki yang telah mengakar dalam masyarakat Muslim selama berabad-abad.

Namun, jika ditelaah lebih mendalam melalui pendekatan yang holistik dan
kontekstual, Islam tidak mengenal diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.

Sebaliknya, Islam memperkenalkan konsep distingsi, yaitu pembedaan peran dan tanggung jawab yang didasarkan pada kodrat biologis dan fungsi sosial masing-masing, yang sifatnya saling melengkapi (takaful) dan membutuhkan.

Tujuan dari distingsi adalah, untuk menciptakan keadilan dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Bukan untuk menindas atau merendahkan salah satu pihak.

Artikel ini akan menguraikan makna distingsi gender dalam Islam secara komprehensif, menepis anggapan diskriminasi, dan menekankan prinsip kesetaraan fundamental dalam nilai-nilai ketakwaan dan kemanusiaan.

Kesetaraan fundamental dalam perspektif Islam menekankan prinsip dasar dalam Islam yang menyatakan, bahwa semua manusia, tanpa memandang jenis kelamin, memiliki kedudukan yang setara di hadapan Allah SWT.

Al-Qur’an secara eksplisit menegaskan hal ini dalam beberapa ayat, yang paling sering dikutip adalah Al Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 13 yang artinya:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.”

Ayat ini dengan jelas menyatakan bahwa satu-satunya kriteria keunggulan di mata Tuhan adalah ketakwaan, bukan jenis kelamin, status sosial, atau suku bangsa. Begitu juga dengan Al Qur’an Surat Ali Imran ayat 195 yang artinya:

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.”

Ayat ini menekankan, baik laki-laki maupun perempuan akan menerima pahala yang sama atas amal perbuatan mereka.

Dari ayat-ayat di atas terlihat jelas bahwa Islam menjunjung tinggi nilai kesetaraan kemanusiaan (human dignity) dan kesetaraan dalam pertanggungjawaban individu (amal dan ibadah) di akhirat.

Laki-laki dan perempuan sama-sama diciptakan sebagai hamba Allah (‘abid) dan sebagai khalifah di muka bumi (khalifah fi al-‘ard), yang memiliki tanggung jawab untuk memakmurkan bumi dan beribadah kepada-Nya.

Dalam kapasitas ini, tidak ada perbedaan peran yang signifikan; keduanya memiliki potensi dan kemampuan yang dianugerahkan oleh Allah.

Distingsi peran dimaknai sebagai bentuk memahami konsep qiwamah dan kodrat biologis. Anggapan diskriminasi seringkali muncul ketika membahas ayat-ayat yang menyinggung perbedaan peran secara spesifik, seperti konsep qiwamah.

Masalah Qiwamah di bahas secara jelas di dalam Al Qur’an Surat An-Nisa ayat
34 :

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka,”

Sebab itu, maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah, lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada. Oleh karena Allah telah memelihara (mereka) wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz-nya. Maka nasehati-lah mereka dan pisahkan-lah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaati-mu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.

Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. Ayat ini sering diterjemahkan secara kaku sebagai superioritas laki-laki atas perempuan.

Namun penafsiran yang lebih adil dan kontekstual memaknai qiwamah sebagai tanggung jawab laki-laki sebagai pelindung dan penanggung-jawab nafkah dalam lingkup keluarga, bukan sebagai pemimpin yang bersifat otoriter.

Tanggung jawab ini disertai dengan kewajiban finansial (memberi
nafkah), yang menunjukkan adanya pembagian tugas berdasarkan fungsi dan kemampuan, bukan superioritas nilai. Perbedaan (distingsi) dalam Islam didasarkan pada dua aspek utama yaitu:

1. Perbedaan Biologis (Seks) : Islam mengakui adanya perbedaan biologis
antara laki-laki dan perempuan yang bersifat kodrati dan permanen, seperti
fungsi reproduksi (kehamilan, melahirkan, menyusui) pada perempuan.

Perbedaan biologis ini berdampak pada peran-peran tertentu yang secara alami lebih cocok diemban oleh salah satu jenis kelamin. Misalnya, peran keibuan (ummah) adalah peran mulia yang secara spesifik dianugerahkan kepada perempuan.

2. Perbedaan Fungsional (Distingsi Peran) : Berangkat dari perbedaan
biologis dan tuntutan kehidupan sosial, Islam mengatur pembagian peran
yang adil dan seimbang.

Laki-laki diberi tanggung jawab pencarian nafkah utama dan perlindungan keluarga. Sementara perempuan memiliki peran sentral dalam manajemen rumah tangga dan pendidikan anak, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk berperan di ranah publik.

Pembagian ini bersifat komplementer (saling melengkapi), di mana setiap peran sama pentingnya dan tidak ada yang lebih rendah dari yang lain. Islam memandang konsep gender bukan sebagai bentuk diskriminasi melainkan sebagai bentuk keadilan yang proporsional. Islam memandang keadilan sebagai menempatkan sesuatu pada tempatnya yang semestinya (adil).

Dalam konteks gender, keadilan bukan berarti keseragaman peran secara mutlak (kesetaraan hasil), melainkan kesetaraan dalam kesempatan dan perlakuan yang menghormati fitrah (kodrat) biologis dan psikologis masing-masing.

Beberapa poin penting yang menunjukkan bahwa distingsi dalam Islam bukanlah diskriminasi:

1. Penghapusan Tradisi Jahiliyah: Islam datang untuk menghapus tradisi-tradisi pra-Islam yang sangat diskriminatif terhadap perempuan, seperti praktik mengubur bayi perempuan hidup-hidup atau menganggap perempuan sebagai harta benda. Ini menunjukkan semangat Islam yang memuliakan perempuan.

2. Hak dan Kewajiban yang Seimbang : Meskipun ada perbedaan peran, hak dan kewajiban dalam Islam bersifat timbal balik. Laki-laki memiliki kewajiban menafkahi, dan sebagai imbalannya, perempuan memiliki hak untuk dipenuhi kebutuhannya.

3. Ruang Partisipasi Publik : Sejarah peradaban Islam mencatat banyak
perempuan yang berperan aktif dalam berbagai bidang, seperti perdagangan (Siti Khadijah), periwayat hadis (Aisyah, Ummu Salamah), dan bahkan dalam peperangan dan politik.

Hal ini menunjukkan bahwa Islam mendorong partisipasi perempuan dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik selama tetap dalam koridor syariat dan tidak mengabaikan tanggung jawab primer mereka.

Tantangan interpretasi dan pengaruh budaya merupakan persepsi negatif
terhadap kedudukan perempuan dalam Islam. Sering kali persepsi negatif ini
muncul akibat adanya interpretasi yang kaku dan bias gender terhadap teks-teks agama, yang dipengaruhi oleh budaya patriarki lokal. Banyak ajaran yang
kelihatannya berdimensi maskulin sebenarnya membutuhkan penafsiran ulang yang kontekstual dengan semangat keadilan Al-Qur’an secara keseluruhan.

Gerakan pemikiran Islam kontemporer, seperti yang digagas oleh para ulama progresif (misalnya Nasaruddin Umar, Siti Musdah Mulia), menekankan
perlunya dekonstruksi pemahaman keagamaan yang bias gender dan kembali kepada prinsip dasar Al-Qur’an dan Hadis yang menjunjung tinggi keadilan dan kesetaraan hakiki.

Kesetaraan gender dalam perspektif Islam berfokus pada keadilan dan keseimbangan, di mana laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan setara di hadapan Allah dan hukum, namun juga memiliki kodrat dan fungsi yang berbeda.

Islam menjamin hak dan tanggung jawab yang setara bagi keduanya, menegaskan bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk beribadah dan berpartisipasi dalam kehidupan publik dan domestik.

Konsep ini sering disalahpahami karena mengabaikan perbedaan fungsi biologis yang alami. Adapun kesetaraan di mata Allah dan hukum dilihat dari bentuk tanggung-jawab individual.

Laki-laki dan perempuan bertanggung jawab secara individual atas perbuatan mereka dan akan diadili secara setara oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an Surat An-Nur ayat 2:

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”

Kesetaraan di mata Allah dan hukum dilihat dari bentuk tanggung jawab
individual juga dapat dilihat dalam Al Qur’an Surat Al-Maidah ayat 38:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Kesetaraan di mata Allah dan hukum dilihat juga dari bentuk sanksi yang
sama. Sanksi atas pelanggaran hukum juga berlaku sama untuk laki-laki dan
perempuan, karena mereka memiliki kedudukan setara di hadapan hukum.

Perbedaan kodrat dan fungsi biologis antara laki-laki dan perempuan. Islam mengakui adanya perbedaan biologis antara laki-laki, dan gerakan pemikiran Islam kontemporer, seperti yang digagas oleh para ulama progresif (misalnya Nasaruddin Umar, Siti Musdah Mulia), menekankan perlunya dekonstruksi pemahaman keagamaan yang bias gender dan kembali kepada prinsip dasar Al-Qur’an dan Hadis yang menjunjung tinggi keadilan dan kesetaraan hakiki.

Kesetaraan gender dalam perspektif Islam berfokus pada keadilan dan keseimbangan, di mana laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan setara di hadapan Allah dan hukum, namun juga memiliki kodrat dan fungsi yang berbeda.

Islam menjamin hak dan tanggung jawab yang setara bagi keduanya, menegaskan bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk beribadah dan berpartisipasi dalam kehidupan publik dan domestik. Konsep ini sering disalahpahami karena mengabaikan perbedaan fungsi biologis yang alami.

Adapun kesetaraan di mata Allah dan hukum dilihat dari bentuk tanggung
jawab individual. Laki-laki dan perempuan bertanggung jawab secara individual atas perbuatan mereka dan akan diadili secara setara oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an Surat An-Nur ayat 2:

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”

Kesetaraan di mata Allah dan hukum dilihat dari bentuk tanggung jawab individual juga dapat dilihat dalam Al Qur’an Surat Al-Maidah ayat 38:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Kesetaraan di mata Allah dan hukum dilihat juga dari bentuk sanksi yang sama. Sanksi atas pelanggaran hukum juga berlaku sama untuk laki-laki dan perempuan, karena mereka memiliki kedudukan setara di hadapan hukum. Perbedaan kodrat dan fungsi biologis antara laki-laki dan perempuan.

Islam mengakui adanya perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan, di mana keduanya memiliki fungsi alami masing-masing, seperti perempuan yang melahirkan dan laki-laki yang memiliki tanggung jawab finansial (nafkah).

Mencoba menghargai kodrat. Perbedaan kodrat ini tidak dimaksudkan untuk merendahkan salah satu pihak, melainkan untuk menciptakan keseimbangan dalam peran dan fungsi dalam masyarakat, berdasarkan pemahaman yang mendalam terhadap ajaran Islam.

Peran dan partisipasi antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan tidaklah terbatas pada ranah domestik. Islam tidak membatasi peran perempuan hanya di dalam rumah tangga.

Mereka memiliki hak yang sama untuk aktif dalam berbagai bidang publik, seperti pendidikan, ekonomi, dan politik. Banyak contoh historis yang dapat kita lihat sepanjang sejarah Islam, seperti perempuan yang berperan aktif dalam berbagai sektor, bahkan dalam berbagai peristiwa penting. Pentingnya saling melengkapi antara laki-laki dan perempuan.

Hubungan antara laki-laki dan perempuan digambarkan sebagai hal yang saling melengkapi, bukan ada yang superior ataupun inferior. Konsep
“pemimpin bagi perempuan” dalam Al-Qur’an perlu dipahami sebagai konsep pendampingan yang saling mengisi.

Perbedaan gender dalam Islam bukanlah bentuk diskriminasi, melainkan sebuah distingsi fungsional yang didasarkan pada hikmah penciptaan manusia yang berpasang-pasangan untuk saling melengkapi dan bekerjasama. Laki-laki dan perempuan setara dalam nilai kemanusiaan dan ketakwaan di mata Allah.

Perbedaan peran yang ada, seperti qiwamah bagi laki-laki dan peran sentral keibuan bagi perempuan, adalah pembagian tugas yang adil dan proporsional untuk memastikan keharmonisan tatanan sosial dan keluarga.

Memahami distingsi ini secara benar akan menjauhkan umat dari pandangan diskriminatif dan mengembalikan esensi ajaran Islam sebagai agama yang membawa rahmat dan keadilan bagi seluruh alam (rahmatan lil-‘alamin). (*)

Berita Terkait

pastor dion panomban.
Religi

Digembalakan dan Didewasakan Lewat Pemuridan: Proses Menjadi Laskar Kristus yang Dewasa Rohani

Editor: Ferry SP Sinamo
14 November 2025 | 05:08 WIB

Oleh: Pastor Dion Panomban Saat Teduh Abba Home Family, Jumat 14 November 2025. Tema hari ini mengajak setiap orang percaya...

Baca SelengkapnyaDetails
pdt. mis. ev. daniel pardede, sh., mh.
Religi

El-Roi: Allah yang Melihat dan Memberi Anugerah Kepada Umat-Nya

Editor: Ferry SP Sinamo
14 November 2025 | 05:03 WIB

Oleh: Mis. EV. Daniel Pardede SH, MH Kejadian 16:13 “Engkaulah El-Roi,” sebab katanya: “Bukankah di sini kulihat Dia yang telah...

Baca SelengkapnyaDetails
pdt. manser sagala, m.th
Religi

Tuhan Yesus Pengharapanku: Dasar, Janji, dan Kekuatan Iman yang Tidak Goyah

Editor: Ferry SP Sinamo
14 November 2025 | 05:00 WIB

Oleh: Pdt Manser Sagala,M.Th Tuhan Yesus Kristus adalah pusat dan dasar pengharapan orang percaya. Pengharapan ini bukanlah sekadar keinginan yang...

Baca SelengkapnyaDetails
pastor dion ponomban.
Religi

Makna dan Arti Kekristenan yang Sebenarnya: Memiliki Hati yang Berakar dalam Kasih Kristus

Editor: Ferry SP Sinamo
13 November 2025 | 05:20 WIB

Oleh: Pastor Dion Panomban Saat teduh Abba Home Family. Kamis 13 Nov 2025. Makna dan Arti Kekristenan yang Sebenarnya Apapun...

Baca SelengkapnyaDetails
yesus adalah pengharapanku: sumber harapan hidup, kekuatan, dan keselamatan sejati
Religi

Yesus Adalah Pengharapanku: Sumber Harapan Hidup, Kekuatan, dan Keselamatan Sejati

Editor: Ferry SP Sinamo
13 November 2025 | 05:17 WIB

Oleh: Pdt Manser Sagala.M.Th “Yesus adalah Pengharapanku” merupakan inti dari iman Kristen. Ungkapan ini bukan sekadar kata-kata penghiburan, melainkan sebuah...

Baca SelengkapnyaDetails
  • Indeks
  • Pedoman
  • Privacy
  • Redaksi
  • ToS
  • News Map
  • Site Map
Seedbacklink

© 2025

logo sinata id new


PT. SINAR KEADILAN UTAMA (SINATA)
Jl. Merpati V No 2, Kelurahan Pesanggrahan, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, 12320.

ALAMAT REDAKSI
Jl. Pdt. Justin Sihombing No. 162, Kelurahan Siopat Suhu, Kecamatan Siantar Timur, Pematangsiantar, 21139, Sumatera Utara.

📧 redaksisinata @ gmail.com

No Result
View All Result
  • Indeks
  • Headline
  • News
    • Nasional
    • Regional
    • Dunia
    • Pematangsiantar
    • Simalungun
  • Trending
  • Bisnis
    • Investasi
    • Keuangan
  • Sports
    • Bola
      • Liga Champions
      • Liga Inggris
      • Liga Italia
      • Liga Spanyol
  • Teknologi
    • AI
    • Aplikasi
    • Gadget
    • Game
  • Rileks
    • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Entertainment
      • Seleb
    • Kolom
      • Religi
  • Wisata

© 2025

logo sinata id new


PT. SINAR KEADILAN UTAMA (SINATA)
Jl. Merpati V No 2, Kelurahan Pesanggrahan, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, 12320.

ALAMAT REDAKSI
Jl. Pdt. Justin Sihombing No. 162, Kelurahan Siopat Suhu, Kecamatan Siantar Timur, Pematangsiantar, 21139, Sumatera Utara.

📧 redaksisinata @ gmail.com