Oleh: Pastor Dion Ponomban
Saat teduh Abba Home Family, Sabtu 15 November 2025, menekankan bahwa proses menjadi bapa atau ibu secara rohani membutuhkan kondisi hati yang siap dibentuk. Untuk dapat membimbing secara rohani, seseorang terlebih dahulu harus menjadi anak rohani yang sejati. Spirit atau roh anak sejati lahir dari pembapaan yang benar, sebagaimana diteladankan oleh Ishak melalui ketundukan dan ketaatannya. Demikian juga Yesus, Anak Allah, yang memilih tunduk sepenuhnya kepada kehendak dan rencana Bapa-Nya. Walaupun Ia dapat menolak karena hal itu bukan kehendak-Nya sebagai manusia, Yesus tetap menyerahkan diri secara total kepada Bapa-Nya karena Ia memiliki roh anak sejati yang penuh ketaatan.
Renungan ini mengajak setiap orang percaya untuk memeriksa hatinya: adakah kerinduan untuk bertumbuh menjadi bapa dan ibu rohani yang dewasa? Tidak ada jalan lain menuju kedewasaan rohani selain terlebih dahulu belajar menjadi anak rohani yang mau tunduk, taat, dan menjalani proses pembentukan dari Tuhan. Sikap hati yang lembut dan siap diarahkan menjadi dasar dari setiap pertumbuhan rohani.
Pembacaan firman diambil dari Matius 13:8–9 dan 23 (TB), yang mengajarkan tentang tanah yang baik—gambaran hati manusia yang siap menerima firman. Tanah yang subur akan menghasilkan buah berlipat, seratus, enam puluh, atau tiga puluh kali lipat, tergantung dari sejauh mana seseorang mendengar firman dan mengerti kebenaran yang ditaburkan Tuhan.
Renungan ini kemudian disertai pertanyaan-pertanyaan perenungan untuk membantu pembaca menilai kondisi tanah hati masing-masing:
1. Apa ciri tanah hati yang subur? (ay. 8, 23).
2. Apakah ciri tanah hati yang subur ada padamu?
3. Mengapa orang sulit memiliki tanah hati yang subur?
4. Apa langkah-langkah untuk memiliki tanah hati yang subur?
5. Apa lawan kata “mengerti”? (ay. 22).
Kiranya setiap kita membuka hati untuk diproses Tuhan, agar firman yang ditaburkan berakar dan menghasilkan buah berlipat dalam kehidupan sehari-hari. Selamat bersaat teduh.
“Biarlah hati kita senantiasa menjadi tanah yang baik—lembut, taat, dan siap dibentuk—sehingga hidup kita menghasilkan buah rohani yang mulia bagi kemuliaan Tuhan.”(A27)