Oleh Ustad Tigor Harahap
“Seandainya Kami tidak memperteguh (hati)-mu, niscaya engkau hampir saja condong sedikit kepada mereka.” (Al-Isra: 74).
Mungkin kita pernah melihat seseorang tiba-tiba berubah. Awalnya hidup tak beraturan, lalu seakan menemukan jalan pulang. Atau sebelumnya sangat dekat dengan surga, tanpa angin dan hujan ia jatuh terperosok ke dalam jurang maksiat.
Kadang malah fenomena itu dapat ditemukan dalam diri kita sendiri. Kadang semangat berapi-api memperjuangkan kebaikan. Lalu tanpa sadar menerima bujuk rayu setan.
Begitulah hati, bahkan kita tak punya kuasa penuh atasnya. Ia milik Allah Ta’ala. Membolak-balikkannya sesuai kehendakNya. “Dan ketahuilah bahwa Allah membatasi antara seseorang dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (Al-Anfal: 24).
Ini bisa menjadi jawaban dari pertanyaan, “Kalau memang Islam agama yang benar, mengapa umatnya memohon petunjuk setiap hari? Ihdinasahiratal mustaqim.” Untuk bisa teguh dalam petunjuk, kita butuh kepada Maha Pemberi petunjuk.
Karena jiwa dan hati kita milikNya. Semua hanya bisa terjadi dengan izinNya. Kita hanya diberi ruang untuk memilih, ikhtiar. Selebihnya kun fayakun.
Baca juga: ALIF
Sebab itu kita harus sadar diri. Tak boleh meninggi. Sebaik apa pun kondisi kita, itu karena rahmatNya. Ia berkenan meneguhkan hati kita.
Bahkan dalam ayat pembuka di atas, nabi Muhammad saw sendiri, manusia paling mulia, pun teguh karena diteguhkan.
Maka, selain doa agamaMu atas di hatiku teguhkanlah, hati balikkan-membolak yang Dzat Wahai” دِینِكَ عَلَى قَلْبِي ثَبِّتْ الْقُلُوبِ مُقَلِّبَ یَا” , meminta nabi sering paling ,Alfatihah dalam (HR. Tirmidzi, Hasan).
Seorang kawan berkata, hati itu lebih dinamis dari air mendidih di panci. Lalu lintas di dalamnya jauh lebih padat dan ramai dari jalan tol saat libur lebaran atau nataru. Meski berada di alam batin, namun hati selalu bereaksi dari alam nyata. Pintunya ada tiga, mata, telinga dan lidah.
“Tidaklah istiqomah iman seorang hamba sampai istiqomah hatinya, dan tidaklah istiqomah hatinya sampai istiqomah lisannya.” (HR. Imam Ahmad).
Baca juga: Ba
Baca juga:Ta
Selain berdoa, upaya kita agar tetap teguh dalam agama, memberi asupan gizi yang cukup bagi hati. Kondisinya akan membaik dengan iman dan amal shalih. Dengan begitu, fungsinya sebagai detektor baik-buruknya perbuatan akan bekerja maksimal. Ia akan hidup dan memberi kehidupan pada jiwa.
Kematiannya akan membuat raga tanpa jiwa, “tak punya hati.” Yang ketiga, hati butuh nasihat tulus dari sahabat. Menariknya, tiga hal tersebut, iman, amal shalih, dan nasihat terangkum indah dalam surat Al-‘Ashr.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al-Ashr: 1-3).
Saat kuliah dulu, ada falsafah yang diajarkan senior pada kami, yaitu “dalian natolu.” Tungku hanya bisa berdiri tegak jika miliki tiga penyangga. Teguh dan tegak disebut tsabat, ثبات, dalam bahasa arab. Lihatlah, ia diawali dengan huruf ث, tsa. Saudara ba dan ta. Hanya saja bedanya, ia punya titik tiga.
“Ya Allah teguhkan hati kami di atas agama-Mu”. (*)