Pematangsiantar,Sinata.id — Sidang Paripurna ke-XIV DPRD Kota Pematangsiantar berubah panas setelah Fraksi Golkar Indonesia menyampaikan pemandangan umum terhadap Nota Keuangan Ranperda APBD 2026.
Fraksi ini menyoroti keras kinerja pemerintah kota, khususnya Sekretaris Daerah (Sekda), yang dinilai tidak profesional, menyimpang dari ketentuan hukum, dan bahkan terlibat dalam dugaan praktik jual beli jabatan.
Fraksi Golkar melalui juru bicara, Josua Silalah menyatakan, pemerintah kota terlambat menyerahkan dokumen R-APBD, sehingga DPRD hanya diberi waktu delapan hari untuk membahas anggaran bernilai triliunan rupiah. Padahal, peraturan mengamanatkan dokumen seharusnya diserahkan paling lambat 1 Oktober 2025.
Baca juga: Anggaran Dipangkas, Pembangunan Siantar Akan Melambat
“Bagaimana mungkin membahas APBD yang mengatur masa depan kota dalam waktu delapan hari? Ini bukan pekerjaan robot,” ujar Josua, Kamis (20/11/2025)
Fraksi itu mengungkap realisasi anggaran tahun 2025 sangat memprihatinkan. Hingga satu bulan sebelum tahun anggaran berakhir, realisasi belanja hanya 54,61 persen, dan realisasi pendapatan 68,01 persen.
Bahkan dua instansi strategis—RSUD dan Dinas Pekerjaan Umum & Tata Ruang—serapannya hanya 18,10 persen dan 25,81 persen. “Kinerja seperti ini menunjukkan ketidakprofesionalan pejabat Pemkot,” terangnya.
Sekda Salahgunakan Wewenang dalam Pelantikan Pejabat
Pernyataan paling keras muncul saat mereka menyoroti tindakan Sekda yang dua kali melantik pejabat struktural ketika Walikota Wesly Silalahi sedang berada di luar daerah.
Menurut aturan, ketika kepala daerah berhalangan atau berada di luar kota, tugas pelantikan seharusnya didelegasikan kepada Wakil Wali Kota, bukan Sekda.
Baca juga: Pelantikan Pejabat Siantar oleh Sekda Junaedi Sitanggang Dinilai Bermasalah
“Sekda seharusnya menolak perintah tersebut, bukan justru mengambil alih kewenangan yang bukan miliknya,” ujar Josua. Mereka mempertanyakan kompetensi Sekda yang dinilai mengabaikan aturan dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Keanehan lain juga disoroti. Saat pelantikan digelar, Wali Kota selalu berada di luar kota. Namun saat sidang paripurna penyampaian nota keuangan, Wakil Wali Kota dapat hadir mewakili. “Mengapa pelantikan tidak pernah didelegasikan kepada Wakil Wali Kota?” tanya dia.
Fraksi Golkar juga menyinggung banyaknya laporan ASN kepada Komisi I DPRD terkait dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Sekda dalam proses mutasi. Menurut pengaduan yang disampaikan, mutasi dinilai tidak objektif dan merugikan ASN tertentu.
Dugaan Jual Beli Jabatan
Lebih jauh, Fraksi Golkar mengungkap adanya isu kuat di tengah masyarakat bahwa jabatan di lingkungan Pemkot Pematangsiantar diduga diperjualbelikan. ASN disebut harus membayar sejumlah uang untuk memperoleh posisi tertentu.
“Isu ini sudah beredar luas. Aparat penegak hukum harus menyelidiki dugaan jual beli jabatan ini,” tegas Fraksi Golkar.
Baca juga: Masa Pembahasan RAPBD Siantar 2026 Cuma 8 Hari, Fraksi Golkar: Kami Bukan Robot
Dengan serangkaian kejanggalan tersebut, Fraksi Golkar secara terbuka menuntut Wali Kota Pematangsiantar untuk segera mencopot Sekda dan Kepala BKD.
“Jika Sekda tidak dicopot, Fraksi Golkar Indonesia akan walk out dari rapat paripurna,” tegas mereka.
Di sisi lain, Fraksi Golkar juga meminta penjelasan terkait material bekas kebakaran Gedung IV Pasar Horas, termasuk nilai dan tujuan penggunaannya apabila dijual atau dilelang.
Mereka meminta kebijakan percepatan pembangunan kembali pasar serta progres pembatalan kenaikan NJOP yang mencapai 1000 persen dan dinilai memberatkan masyarakat. (A27)