Sinata.id – Belanja rumah tangga di Amerika Serikat menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Pada September, arus konsumsi tidak lagi bergerak agresif, menandai meredupnya daya beli masyarakat di tengah tekanan inflasi yang belum sepenuhnya jinak dan ketidakpastian politik akibat penutupan layanan pemerintah federal.
Laporan terbaru Biro Analisis Ekonomi AS mencatat, pengeluaran konsumen yang telah disesuaikan dengan inflasi nyaris tidak berubah sepanjang September.
Kinerja ini menjadi kelanjutan dari perlambatan pada Agustus yang sebelumnya hanya mampu tumbuh tipis.
Data tersebut seharusnya dipublikasikan lebih awal, namun tertunda imbas penghentian operasional pemerintah yang mengganggu jadwal rilis statistik resmi.
Baca Juga: Bank Sentral India Pangkas Suku Bunga di Tengah Rupee Terpuruk
Dari sisi harga, tekanan inflasi inti juga belum sepenuhnya reda. Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE inti), indikator inflasi favorit bank sentral AS, tercatat naik secara moderat secara bulanan.
Secara tahunan, kenaikannya masih berada di atas target Federal Reserve, mencerminkan tantangan bagi otoritas moneter dalam menjaga stabilitas harga.
Melemahnya belanja publik ini memberi sinyal bahwa motor utama pertumbuhan ekonomi AS mulai kehilangan tenaga bahkan sebelum penutupan pemerintahan terpanjang dalam sejarah modern dimulai pada awal Oktober.
Meski aktivitas belanja musiman seperti Black Friday tercatat cukup solid, dorongan konsumsi dinilai semakin terkonsentrasi pada kelompok berpenghasilan tinggi, sementara rumah tangga lainnya mulai menahan pengeluaran akibat kekhawatiran terhadap pasar tenaga kerja.
Di sisi lain, ada sedikit angin segar dari sentimen konsumen.
Survei terbaru menunjukkan kepercayaan masyarakat AS membaik pada awal Desember setelah mengalami penurunan selama beberapa bulan.
Perbaikan ini mencerminkan meningkatnya keyakinan terhadap kondisi keuangan pribadi serta ekspektasi inflasi yang dinilai mulai lebih terkendali.
Situasi tersebut menempatkan Federal Reserve dalam posisi yang tidak mudah.
Para pembuat kebijakan disebut masih berbeda pandangan: sebagian mendorong pemangkasan suku bunga lanjutan untuk menopang pasar tenaga kerja yang melambat, sementara lainnya tetap berjaga-jaga terhadap risiko inflasi yang belum sepenuhnya reda.
Lemahnya data belanja konsumen, dikombinasikan dengan inflasi inti yang tumbuh relatif moderat, memperkuat argumen kelompok yang menginginkan pelonggaran kebijakan moneter.
Pasar keuangan pun berspekulasi bahwa langkah penurunan suku bunga kembali terbuka.
Pasca rilis data tersebut, pergerakan indeks saham utama AS dan imbal hasil obligasi pemerintah cenderung stabil di level tinggi.
Hingga kini, Biro Analisis Ekonomi belum memastikan jadwal baru untuk publikasi data ekonomi periode berikutnya yang turut tertunda akibat dampak shutdown pemerintah federal. [a46]