Jakarta, Sinata.id – PT Toba Pulp Lestari Tbk (INRU), raksasa bubur kertas yang beroperasi di Sumatera Utara, kini berada di bawah bayang-bayang audit dan evaluasi mendalam atas perintah langsung dari Presiden Prabowo Subianto.
Perusahaan berkode saham INRU ini diduga kuat menjadi salah satu pemicu utama serangkaian bencana banjir dan tanah longsor yang melanda wilayah tersebut.
”PT Toba Pulp Lestari, PT TPL, yang menjadi sorotan publik, Pak Presiden secara khusus menginstruksikan saya untuk melaksanakan audit dan evaluasi total,” kata Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (15/12/2025).
Nasib Izin TOL di Ujung Tanduk
Langkah tegas ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani isu lingkungan. Proses pengawasan ketat ini akan dipimpin langsung oleh Wakil Menteri Kehutanan (Wamenhut) Rohmat Marzuki.
Jika hasil audit membuktikan adanya pelanggaran berat, Kemenhut tidak akan segan mengambil tindakan drastis. Sanksi yang mengancam Toba Pulp Lestari mencakup pencabutan penuh Persetujuan Pengelolaan Hasil Hutan (PBPH) atau setidaknya pengurangan signifikan atas luas konsesi hutan yang saat ini mereka kelola.
Perlu diketahui, Toba Pulp Lestari memegang lisensi untuk mengelola area Hutan Tanaman Industri seluas 167.912 hektar di Sumatera Utara, tersebar di lima lokasi vital, termasuk Aek Raja (45.562 ha) dan Tele (46.885 ha).
Siapa Pemilik TPL?
Meski berstatus perusahaan terbuka sejak 18 Juni 1990 dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), kendali atas Toba Pulp Lestari terpusat pada satu entitas.
Mengutip data BEI, pemegang saham terbesar adalah Allied Hill Limited dengan porsi dominan mencapai 92,54%.
Namun, dokumen perusahaan per 18 Juni 2025 mengungkapkan lapisan kepemilikan di baliknya: Allied Hill Limited 100% dikuasai oleh Everpro Investments Limited. Dan, titik akhir dari rantai kepemilikan ini merujuk pada satu nama: Joseph Oetomo, seorang warga negara Singapura, yang merupakan penerima manfaat akhir (ultimate beneficial owner) perseroan.
Instruksi audit total ini menandai babak baru dalam pertarungan antara kepentingan industri bubur kertas raksasa dengan kelestarian lingkungan dan keselamatan publik di Sumatera Utara.[]






