Lebak, Sinata.id – Kebijakan yang diterapkan oleh Kepala Sekolah SD Negeri 2 Pasir Tangkil, Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak, Banten, memicu kontroversi usai permintaan ganti rugi kepada orang tua siswa yang dituding merusak fasilitas sekolah. Seorang siswi kelas IV diminta mengganti satu set meja dan kursi sekolah yang disebut-sebut rusak akibat ulahnya.
Alibi Kepala Sekolah SDN 2 Pasir Tangkil
Permintaan itu disampaikan secara langsung melalui grup WhatsApp yang beranggotakan wali murid dan dewan guru. Orang tua siswa, Arta Grace Monica (35), mengaku terkejut dengan cara penyampaian tersebut, namun akhirnya memenuhi permintaan pihak sekolah sebagai bentuk tanggung jawab. Ia membeli meja dan kursi baru seharga Rp400.000 dan mengantarkannya sendiri ke sekolah dengan berjalan kaki sejauh 200 meter.
“Meja ini dapat dibeli oleh orang tua karena disuruh mengganti,” tulis Arta pada meja yang dibelinya, sebagai bentuk klarifikasi atas situasi yang ia alami. Ia juga menyampaikan bahwa jumlah uang tersebut cukup besar baginya dan bisa digunakan untuk kebutuhan pokok lain.
Namun demikian, Arta menyayangkan tudingan sepihak dari pihak sekolah yang menilai anaknya sebagai penyebab kerusakan, tanpa mempertimbangkan kondisi perabot yang menurutnya sudah rusak sebelumnya. “Fasilitas sekolah rusak, tapi yang mengganti orang tua siswa. Padahal memang sudah rusak dari lama,” keluhnya.
Sementara itu, Kepala Sekolah Fifi Siti Rofikoh, yang dikritik atas kebijakan tersebut, belum memberikan keterangan resmi. Namun dalam sebuah cuplikan video yang beredar di media sosial, Fifi menjelaskan kepada Bupati Lebak, Hasbi Asyidiki Jayabaya, bahwa permintaan ganti rugi tersebut dimaksudkan untuk memberikan efek jera kepada siswa agar tidak sembarangan merusak fasilitas sekolah.
“Tujuannya agar ada efek jera, supaya anak-anak lebih menjaga fasilitas sekolah,” ujar Fifi saat dikonfrontasi langsung oleh Bupati Hasbi.
Meski demikian, pernyataan tersebut menuai respons keras dari Bupati Hasbi yang menilai bahwa tanggung jawab pemeliharaan fasilitas seharusnya berada di tangan sekolah, bukan dibebankan kepada orang tua siswa. Ia juga menunjukkan bukti percakapan di grup WhatsApp sebagai bentuk penegasan atas prosedur yang dinilai tidak pantas.
“Kenapa ibu menyuruh mereka mengganti?” tanya Bupati dengan nada tinggi, menekankan bahwa pendekatan semacam itu berpotensi membebani keluarga siswa, terlebih jika kerusakan bukan sepenuhnya akibat tindakan murid. (*)