Batubara, Sinata.id — Malam itu seharusnya penuh tawa, nyanyian, dan gemerlap lampu disko. Tempat Hiburan Malam (THM) Nirwana Karaoke, yang berdiri megah di Desa Tanah Merah, dikenal sebagai pelarian dari penatnya hidup — tempat di mana orang datang untuk melupakan masalah, bukan tenggelam di dalamnya. Tapi semua berubah ketika jarum jam menunjuk pukul 04.30 WIB, Minggu dini hari. Di balik tembok berwarna-warni dan dentuman musik, dua sosok muda digiring keluar oleh aparat bersenjata lengkap. Dunia Aprilia Siregar (24) dan Rudi Irwansyah (37) runtuh saat itu juga.
Dengan tangan gemetar dan wajah pucat, Aprilia — perempuan muda berparas ayu dengan gaya hidup malam yang mencolok — tak bisa lagi menyembunyikan kenyataan. Di dalam genggamannya, ditemukan pil-pil kecil berwarna-warni, 23 butir ekstasi yang selama ini hanya dianggap mitos dalam lingkaran pergaulan bebas Batubara. Pil-pil itu bukan lagi simbol euforia, tapi bukti nyata dari kejatuhan hidupnya.
Tidak ada yang menyangka malam itu akan menjadi akhir dari sandiwara panjang. Polisi dari Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumatera Utara bergerak dalam senyap, mencium aroma transaksi haram yang telah lama mencoreng nama tempat hiburan tersebut. Satu unit ponsel Samsung biru turut disita, menjadi saksi bisu percakapan-percakapan penuh rahasia antara pembeli dan pemasok.
Dalam ruang interogasi yang dingin, Aprilia akhirnya bicara. Ia menyebut nama Rudi sebagai orang yang menjual pil tersebut padanya. Harga per butir? Rp 350.000. Tapi cerita tak berhenti di sana. Rudi, pria dewasa dengan wajah lelah dan sorot mata kosong, menyebut satu nama lagi: Fahmi. Sosok misterius yang kini diburu aparat, dan diyakini sebagai pemasok utama di balik jaringan gelap ini.
“Dari setiap butir, saya dapat untung Rp 100.000,” aku Rudi.
Kombes Pol Jean Calvijn Simanjuntak, Direktur Reserse Narkoba Polda Sumut, menyampaikan peringatan keras. Menurutnya, tempat hiburan malam seperti Nirwana Karaoke sering menjadi kedok sempurna untuk bisnis gelap narkotika. “Suasana pesta digunakan sebagai topeng untuk menyamarkan aktivitas haram. Tapi kami tidak akan tinggal diam,” tegasnya, Rabu 4 Juni 2025 lalu.
Kini Aprilia dan Rudi tidak lagi bernyanyi di balik mikrofon atau berjoget di bawah lampu strobo. Mereka duduk di balik jeruji Mapolda Sumut, dijerat dengan Pasal 114 Ayat (2) subsider Pasal 112 Ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Proses hukum masih berjalan, tapi publik sudah menjatuhkan vonis sosialnya.
Kisah mereka menyebar cepat — dari unggahan Instagram, hingga Facebook. Banyak bertanya, berapa banyak Aprilia-Aprilia lainnya di luar sana, yang tergoda oleh kilau semu dunia malam, tanpa tahu bahwa mereka sedang berjalan menuju kehancuran? (*)