Pematangsiantar, Sinata.id – Masyarakat terdampak suara bising budidaya burung walet di sekitar Jalan Wahidin dan Jalan Tanah Jawa, Kelurahan Melayu, Kecamatan Siantar Utara, Pematangsiantar, ancam gugat pemerintah kota. Upaya ini ditempuh lantaran pemerintah dinilai tak bersikap merespons keluhan masyarakat.
Terlebih, pengusaha dinilai membandel meski pelarangan beroperasi hasil mediasi beberapa waktu lalu, tak diindahkan. Mediasi tersebut digelar di Kantor Lurah Melayu pada Kamis (5/6/2025) dan melibatkan warga serta para pengusaha penangkaran.
Hans Manurung, warga Jalan Tanah Jawa yang turut hadir dalam mediasi tersebut, menyatakan bahwa hingga Jumat (6/6/2025), suara bising dan pemutar suara burung walet masih terdengar dari bangunan penangkaran. “Tadi pagi musiknya masih hidup, bising kali, Lae,” ungkap Hans.
Ia meminta pemerintah kota, khususnya Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap pelaku usaha yang melanggar kesepakatan dan peraturan daerah.
“Kalau tidak ada tindakan nyata dari Pemko, kami akan melayangkan gugatan atas pembiaran terhadap usaha penangkaran burung walet yang tidak berizin,” tegasnya.
Hal senada disampaikan oleh Ketua RT 01 RW 01 Gg. Candi Wahidin, Syafii, yang menyebutkan bahwa dirinya sempat mematikan aliran listrik ke bangunan penangkaran karena mengganggu kenyamanan warga. “Kalau tidak dimatikan, bising sekali, sangat mengganggu,” ujarnya.
Syafii menjelaskan bahwa terdapat tujuh pemilik ruko yang digunakan untuk penangkaran burung walet, namun hanya empat orang yang hadir dalam mediasi.
“Tiga orang yang tidak datang itu bandel. Mereka hanya datang sesekali dan langsung pergi, jadi saya tidak sempat mengenal merek. Bangunannya digembok, listriknya hidup otomatis. Kalau tidak dimatikan, suara kaset tetap menyala dan burung-burung walet akan berkumpul,” kesalnya.
Menanggapi hal ini, Kasi Penyelidikan pada Bidang Penegakan Perda Satpol PP Kota Pematangsiantar, Arfin Sinaga, menyampaikan bahwa pihaknya akan kembali berkoordinasi dengan Lurah Melayu pada Selasa (10/6/2025). “Hari Selasa saya koordinasikan dengan Pak Lurah ya, Bang. Ini masih libur sampai Senin,” ujarnya dihubungi Sinata.id
Sementara itu, Lurah Melayu, Sugianto, mengonfirmasi bahwa pihak kelurahan telah beberapa kali mengundang para pemilik usaha, dan hasil mediasi menegaskan bahwa usaha harus dihentikan. “Apabila masih tetap beroperasi, maka penanganannya menjadi kewenangan Satpol PP sebagai penegak Perda,” ujarnya.
Terkait identitas para pemilik usaha, Sugianto menyebut tidak mengetahui secara pasti, namun menyampaikan bahwa sebagian besar pemilik merupakan warga dari Medan dan Kerasaan, Kabupaten Simalungun. “Ada yang tinggal di Medan, ada juga yang dari Kerasaan,” jawabnya.
Di sisi lain, Aliang, yang merupakan kerabat dari salah satu pemilik usaha walet bernama Akiet, menyatakan bahwa usaha milik keluarganya sudah tidak lagi beroperasi. “Semenjak ada aduan warga, kami sudah tidak beroperasi lagi. Mungkin itu milik orang sebelah,” katanya.
Sebelumnya, dalam mediasi yang dihadiri perwakilan Satpol PP, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), serta empat pemilik usaha yakni Acoh, Aseng, Akiet, dan Asio, disepakati bahwa seluruh kegiatan penangkaran di lokasi tersebut harus dihentikan. Namun warga masih mendapati aktivitas usaha yang dianggap mengganggu kenyamanan warga. (AD)