Serdang Bedagai, Sinata.id – Warga Desa Silau Padang, Kecamatan Sipispis, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), melayangkan aduan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat terkait limbah cair yang diduga berasal dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Tenera Sergai Perkasa (TSP).
Protes warga pada pertengahan Mei 2025 yang lalu, disebut puncak kemarahan warga usai memergoki limbah pabrik meluber mencemari kebun warga sekitar. Terkait hal ini pejabat Dinas Lingkungan Hidup Sergai, turut membenarkannya.
Kepada Sinata, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup DLH Sergai, Boy Sihombing, menyampaikan bahwa limbah tersebut berasal dari limbah domestik pabrik. Bukan dari kolam IPAL atau limbah pengolahan sawit.
“Benar memang ada aduan warga. Tetapi itu bukan limbah IPAL melainkan limbah domestik. Limbah pabrik meluber lantaran posisi tanah di sana itu miring, hujan datang jadi meluber ke kebun warga,” kata dia, Senin, 16 Juni 2025.
Menurut Boy, aduan tersebut muncul sebelum peristiwa warga menangkap basah dua truk tangki milik PT TSP yang kedapatan membuang limbah cair ke Sungai Bah Sombu, tepatnya di Desa Naga Kesiangan, pada bulan yang sama.
Aksi tersebut memicu kemarahan warga yang kemudian menyampaikan laporan ke pihak berwajib. Polres Tebing Tinggi kemudian segera menahan dua truk tangi dengan nomor polisi BB 8478 FC dan BB 8246 FD.
Terkait temuan truk tersebut, Boy mengatakan pihaknya juga dipanggil oleh aparat kepolisian untuk dimintai keterangan.
“Saya dimintai keterangan oleh polisi terkait itu. Tapi saya tidak bisa memastikan limbah dari pabrik karena saya tidak lihat langsung. Mana berani saya pastikan kalau tidak menyaksikannya sendiri. Siapa bisa jamin limbah (dalam truk) memang dari kolam. Semua ada SOP-nya kalau di lingkungan hidup,” ujarnya, Senin (16/6).
Boy menambahkan, hingga saat ini dokumen lingkungan perusahaan tersebut masih dalam proses penyusunan. Hal ini disebabkan pabrik baru mulai beroperasi sejak Februari 2025 dan belum genap enam bulan berjalan.
“Pengecekan limbah itu dilakukan berkala setiap enam bulan sekali. Kalau sekarang apa yang mau dicek, karena perusahaan masih baru (belum enam bulan),” jelasnya.
Ia juga menyebutkan, perusahaan belum memiliki kerja sama resmi (MoU) dengan kebun penerima limbah (land aplikasi), yang merupakan salah satu syarat penerbitan persetujuan teknis (Pertek) dari DLH.
“Aturan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) kita mengatur soal itu. Selama belum ada MoU dengan kebun yang sesuai, Pertek belum bisa dikeluarkan. terangnya.
Terkait sejumlah persoalan diatas maka beredar luas informasi menyebut Dinas Lingkungan Sergai menyarankan perusahaan agar berhenti beroperasi. Tetapi Boy menepisnya.
“Tak benar itu informasinya. Tak ada saya bilang gitu. Saya sudah telepon wartawan (yang buat berita) supaya berita dihapus,” tutur Boy. (*)