Pematangsiantar, Sinata.id – Komisi I DPRD Kota Pematangsiantar menyoroti praktik sejumlah warga yang mengaku miskin demi mengakses bantuan sosial (bansos), dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Sosial P3A, Bulog, serta para relawan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), Jumat (25/7/2025). Fenomena tersebut dinilai menciptakan kecemburuan sosial di tengah masyarakat, akibat ketimpangan dalam penyaluran bantuan.
Data Penerima Tak Akurat
Anggota Komisi I DPRD, Nurlela Sikumbang, menyatakan keprihatinannya terhadap perilaku sebagian warga yang dengan sengaja mencitrakan diri sebagai keluarga prasejahtera demi terdaftar sebagai penerima manfaat. Ia menegaskan, banyak dari rumah tangga penerima bansos yang sebenarnya tergolong mampu secara ekonomi, namun tetap memasang stiker “keluarga miskin” di kediamannya.
“Gaya hidup mereka tidak mencerminkan kondisi ekonomi lemah, namun tetap menerima bantuan. Ini menjadi ironi yang melukai rasa keadilan masyarakat,” ujar Nurlela.
Kritik serupa disampaikan oleh Ilhamsyah Sinaga, yang menyoroti dampak negatif dari proses pendataan yang dinilainya tidak akurat. Ia menyebutkan bahwa pelaksanaan Musyawarah Kelurahan (Muskel), yang semestinya menjadi sarana penilaian kebutuhan sosial, kerap tidak membuahkan hasil yang sesuai dengan kondisi lapangan.
“Akibatnya, warga yang seharusnya layak menerima bantuan justru terabaikan, sementara yang lebih mampu tetap mendapatkan jatah,” ungkap Ilhamsyah.
Sementara itu, Franz Theodor Sialoho menekankan pentingnya pelibatan perangkat lingkungan seperti RT dan lurah dalam proses pendataan. Ia menilai ketidakterlibatan mereka sejak awal berkontribusi pada ketidaktepatan sasaran distribusi bansos.
“Ketika bantuan telah dibagikan dan masih ada sisa, barulah lurah dilibatkan. Ini mencerminkan lemahnya koordinasi yang tidak profesional,” tegas Franz, sembari mengusulkan agar Komisi I segera mengadakan pertemuan khusus guna membahas validasi data penerima.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Sosial P3A Kota Pematangsiantar, Risbon Sinaga, mengakui bahwa persoalan utama terletak pada keakuratan data penerima bansos. Ia mengungkapkan bahwa sebagian masyarakat masih memiliki anggapan keliru bahwa bansos merupakan hak tetap atau warisan yang harus diterima secara terus-menerus.
“Bantuan sosial semestinya bersifat sementara sebagai penunjang, bukan sebagai sumber penghasilan utama. Namun banyak yang menganggapnya sebagai sesuatu yang permanen,” jelas Risbon.
Masalah sistemik dalam proses pendataan juga disoroti oleh Tenaga Ahli Komisi I, Ridwan Manik, yang menilai bahwa pendekatan yang digunakan selama ini kurang melibatkan basis komunitas secara menyeluruh.
“Sistem top-down membuat celah bagi data ganda atau penyimpangan. Pendataan seharusnya dimulai dari bawah, yakni RT dan RW, agar data lebih valid dan bisa dipertanggungjawabkan,” tandas Ridwan.
Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi I DPRD, Robin Manurung, ditutup dengan kesepakatan untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pendataan dan distribusi bantuan sosial. Komisi I juga menekankan pentingnya keterbukaan informasi dan pelibatan aktif seluruh perangkat kelurahan guna memastikan bantuan tersalur secara adil dan tepat sasaran, serta mencegah munculnya konflik sosial akibat ketimpangan. (hn)