Pematangsiantar, Sinata.id – Khawatir tidak koperatif, menjadi alasan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pematangsiantar menahan terdakwa perkara dugaan tindak pidana korupsi, Julham Situmorang.
Julham ditahan di Rutan Kelas 1A Tanjung Gusta, Medan. Ia ditahan sejak hari ini, Senin 28 Juli 2025, berdasarkan surat perintah penahanan dari Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pematangsiantar Nomor PRINT-1240/L.2.12/Ft.I/07/2025.
Rasa khawatir itu muncul, sebut Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pematangsiantar, Arga Hutagalung, beranjak dari informasi yang diperoleh pihak Kejari Pematangsiantar tentang sikap Julham Situmorang yang dinilai tidak koperatif saat hendak diserahkan penyidik Polres Pematangsiantar ke JPU (P21 tahap 2) pada 18 Juli 2025 yang lalu.
Dipaparkan Arga, dimasa penyidikan, untuk diserahkan penyidik ke JPU pada 18 Juli 2025 yang lalu, Julham tidak menghadiri panggilan penyidik. Kemudian, panggilan dilayangkan kembali, namun Julham juga tidak menghadiri panggilan.
Sehingga, agar persidangan nantinya tidak terhambat, JPU pun menahan terdakwa Julham Situmorang di Rutan Kelas 1A Medan.
“(JPU menahan Julham) dengan berbagai pertimbangan tentunya. Kita mengacu ke pasal 21 ya (Pasal 21 KUHAP). Dari informasi yang kami terima juga, dua kali pemanggilan untuk tahap 2, beliau tidak datang dengan alasan yang tidak patut, tidak sah. Kami khawatirkan itu menghambat jalannya persidangan nantinya,” ucap Arga Hutagalung, Senin 28 Juli 2025.
Sebelumnya, Kasi Intel Kejari Pematangsiantar Heri Situmorang menjelaskan, Julham dijerat dengan Pasal 12 huruf e junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Dengan sangkaan pasal tersebut, Julham terancam hukuman seumur hidup, atau paling singkat pidana penjara 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda sedikitnya Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Selain itu, Julham juga disangka dengan sangkaan subsider Pasal 11 junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999, dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, serta denda sedikitnya Rp 50 juta, dan paling banyak Rp 250 juta. (*)