Jakarta, Sinata.id – Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Mohammad Choirul Anam, menegaskan bahwa penanganan perkara tujuh anggota Brimob yang diduga melindas pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, dengan kendaraan taktis tidak boleh berhenti pada aspek etik semata. Menurutnya, proses pidana harus tetap ditempuh guna menegakkan keadilan.
“Tidak cukup hanya sidang etik yang paling berat hukumannya adalah pemecatan. Kami berharap kasus ini juga bergulir ke ranah pidana,” ujar Anam saat menghadiri gelar perkara di Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, Selasa (2/9/2025).
Anam menyebut, gelar perkara diharapkan mampu memberikan kejelasan status hukum maupun etik bagi para terduga pelanggar.
“Kita akan cek apakah benar ini masuk kategori pelanggaran berat sebagaimana disampaikan Propam, dan apakah sanksinya memang pantas berupa pemberhentian tidak dengan hormat,” jelasnya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya Polri menerapkan pendekatan persuasif dan humanis dalam setiap penanganan aksi di lapangan.
Menurutnya, aparat harus mengedepankan cara-cara damai agar citra kepolisian tetap terjaga. Anam juga berpesan kepada masyarakat, khususnya mahasiswa, untuk menyalurkan aspirasi dengan tetap menjaga ketertiban.
“Kebebasan berpendapat adalah hak, tapi harus dilakukan dengan cara damai. Jangan sampai isu keadilan dan kesejahteraan justru tertutup oleh tindak kekerasan seperti pembakaran atau pelemparan bom molotov,” tegasnya.
Unsur Pidana
Kepala Biro Pertanggungjawaban Profesi Kepolisian Divpropam Polri, Brigjen Pol Agus, mengonfirmasi bahwa penyidik menemukan indikasi unsur pidana dalam kasus yang menewaskan Affan Kurniawan.
“Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya pelanggaran berat yang juga mengandung unsur pidana,” ungkap Agus, Senin (1/9/2025).
Menurutnya, pelanggaran berat dikenakan kepada Bripka R, pengemudi kendaraan taktis Brimob yang melindas korban, serta Kompol K yang berada di kursi penumpang depan. Keduanya terancam sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Adapun lima anggota Brimob lain yang berada di bagian belakang kendaraan, yakni Aipda MR, Briptu D, Bripda AM, Bharaka J, dan Bharaka YD, dijerat dengan pelanggaran kategori sedang.
“Sanksi bagi pelanggaran sedang bisa berupa penempatan di tempat khusus, mutasi dengan demosi, penundaan kenaikan pangkat, hingga penundaan pendidikan. Semua akan diputuskan melalui sidang kode etik Polri,” jelas Agus. (A46)