Pematangsiantar, Sinata.id – Perusakan tugu Dayok Mirah di Pematangsiantar oleh orang tak dikenal (OTK) diartikan bukan sekadar vandalisme biasa. Tetapi seenggaknya bisa lihat lebih dalam sebagai simbol perlawanan terhadap nilai dan semangat yang diusung oleh tugu tersebut, terutama dalam konteks kerja Tim Khusus atau Timsus Dayok Mirah Polres Pematangsiantar yang selama ini dikenal sigap dalam memburu para pengganggu kamtibmas.
Tugu Dayok Mirah yang terpasang di Jalan Medan simpang Rambung Merah, bukan hanya benda mati yang berdiri di ruang publik. Ia adalah representasi budaya dan simbol kehormatan.
Ketika tugu ini dirusak, ada pesan yang hendak disampaikan oleh pelaku—bahwa simbol semangat dan perjuangan itu ingin dihapus, dilemahkan, bahkan ditertawakan.
“Ini bukan sekadar aksi iseng, tetapi bisa dibaca sebagai bentuk teror simbolik terhadap Timsus Dayok Mirah yang kerap mengusik kenyamanan para pelaku kejahatan,” kata pemerhati publik, Azhari Nasution.
Menurutnya, tim ini tidak hanya bekerja dalam senyap, tapi juga memberi dampak nyata. Banyak perusak kenyamanan yang berhasil mereka bongkar, dan tentu saja, keberadaan mereka bukan tanpa musuh. Maka, tidak mengherankan jika ada pihak-pihak tertentu yang merasa terganggu dengan eksistensi dan efektivitas tim ini, hingga memilih jalan pengecut: menyerang simbolnya.
“Kepolisian harus memandang serius peristiwa ini. Menemukan pelaku perusakan bukan hanya soal merestorasi fisik tugu, melainkan juga memulihkan martabat dan semangat yang terkandung di dalamnya. Tindakan ini adalah ujian terhadap komitmen aparat dalam menjaga kehormatan institusi dan budaya,” ujarnya.
Sisi lainnya, lanjut dia, masyarakat pun tak boleh diam. Ini bukan cuma urusan polisi, tetapi juga tentang harga diri kolektif sebagai bangsa yang menjunjung simbol, makna, dan perjuangan.
“Tugu Dayok Mirah harus kembali berdiri tegak, lebih kokoh dari sebelumnya—sebagai pengingat bahwa kehormatan dan semangat pengabdian tidak akan pernah bisa diruntuhkan oleh tangan-tangan pengecut,” imbuhnya. [TP]