Pematangsiantar, Sinata.id – Mediasi lanjutan antara warga perumahan Grand Rakkuta Indah (GRI) dengan pengembang kembali digelar di Kantor Camat Siantar Martoba, Selasa (9/9/2025). Mediasi guna membahas tuntutan warga terhadap fasilitas umum komplek perumahan yang tak kunjung dirasakan warga perumahan. Namun, pertemuan kedua ini belum juga membuahkan solusi lantaran pihak pengembang bernama Arman Pasaribu, tidak hadir karena berada di Jakarta.
Tetapi hadir dalam forum tersebut salah satu pihak pengembang lainnya, Helen Simanjuntak, didampingi kuasa hukumnya, Riris Butarbutar. Kehadiran Helen sekaligus menjawab ketidakhadirannya pada mediasi pertama, Selasa (2/9/2025), yang kala itu beralasan sakit.
Sekretaris Camat Siantar Martoba, Edo Putra, menegaskan bahwa mediasi dilakukan untuk mencari penyelesaian terbaik bagi masyarakat.
“Mediasi di tingkat kecamatan ini bertujuan menemukan jalan keluar yang menguntungkan semua pihak. Kalau sampai berlanjut ke pengadilan, itu sudah di luar kewenangan kami,” ujarnya.
Dalam pertemuan, Riris Butarbutar menjelaskan bahwa kliennya, Helen, hanya bekerja sebagai marketing di usaha milik Arman Pasaribu.
“Helen tidak mengetahui asal-usul tanah yang dipermasalahkan. Klien kami tidak pernah melakukan transaksi dengan Linda Tampubolon,” tegas Riris.
Helen pun menyampaikan hal serupa. Ia menegaskan hanya bertugas di bagian pemasaran dan administrasi. “Saya tidak tahu soal perjanjian antara Arman dan Linda. Pekerjaan saya sebatas marketing, selebihnya saya tidak terlibat,” katanya.
Namun, pernyataan tersebut dibantah warga. Charles Batubara, salah satu pembeli kavling, menyatakan bahwa transaksi pembelian justru dilakukan melalui rekening Helen.
“Kami tidak pernah kenal Arman Pasaribu. Uang pembelian kavling ditransfer langsung ke rekening Ito (sapaan Helen Simanjuntak),” ungkapnya.
Warga lain, Hisar Manurung, menyoroti janji fasilitas umum (fasum) yang hingga kini belum dipenuhi. Ia menilai ketiadaan saluran drainase menimbulkan persoalan serius di lingkungan perumahan.
“Parit tidak ada, akibatnya air meluap dan kami sering berselisih antarsesama warga. Bahkan, penyakit DBD kerap muncul. Kami minta apa yang dijanjikan segera direalisasikan,” tegasnya.
Seperti diketahui, konflik antara pengembang dan warga GRI bermula sejak 2020. Masalah mencuat setelah pihak pengembang disebut tidak melunasi pembayaran sebesar Rp120 juta kepada Linda Tampubolon atas tanah sepanjang 307 meter yang digunakan sebagai akses jalan. Linda kemudian memberi tenggat hingga Rabu (3/9/2025). Jika tidak dibayar, ia mengancam menutup akses jalan pada Kamis (4/9/2025).
Selain itu, warga juga menuntut fasum yang dijanjikan sejak awal pembelian kavling, namun hingga kini belum terealisasi. Mediasi pun dijadwalkan kembali pada Selasa (23/9/2025) di kantor camat dengan agenda pembahasan tuntutan warga terkait fasilitas umum. (SN14)