Kontroversi kerap dijadikan jalan pintas untuk meraih popularitas di media sosial. Fenomena ini tidak hanya dimanfaatkan oleh influencer, tetapi juga merek hingga figur publik yang ingin cepat viral. Meski efektif menarik perhatian, strategi berbasis kontroversi menyimpan dilema, antara peluang besar meningkatkan engagement dan risiko kerugian jangka panjang terhadap reputasi digital.
Sinata.id – Kontroversi media sosial telah berkembang menjadi salah satu strategi paling efektif untuk meraih perhatian publik. Fenomena ini kian terlihat jelas di berbagai platform, mulai dari Instagram, TikTok, YouTube hingga Twitter/X, di mana setiap pernyataan, unggahan, atau potongan video yang menimbulkan perdebatan dapat dengan cepat menjadi viral di media sosial.
Popularitas di media sosial kini tidak lagi hanya ditentukan oleh kualitas konten atau keaslian ide. Sebaliknya, unsur ketegangan, pertentangan, hingga keberanian untuk menabrak norma kerap menjadi jalan pintas dalam membangun nama. Konsep kontroversi sebagai strategi popularitas semakin marak dipakai, baik oleh influencer, selebritas, bahkan merek besar dan politisi.
Bagaimana konten kontroversial untuk menaikkan engagement diproduksi? Didorong oleh algoritma, sekaligus dimanfaatkan untuk kepentingan branding dan marketing, berikut adalah dampak kontroversi terhadap reputasi di media sosial, baik keuntungan jangka pendek maupun risiko jangka panjang, serta menyinggung etika dalam membangun popularitas digital di tengah gempuran viral marketing di media sosial, dirangkum Sinata.id pada Rabu (10/9/2025), dari berbagai sumber.
Baca Juga: 6 Gen Manusia Paling Tangguh dan Rentan dari Masa ke Masa
“Ribut Dulu, Tenar Kemudian”
Pepatah lama menyebutkan bahwa di dunia hiburan, “bad publicity is still publicity.” Hal ini kini berlaku pula di jagat digital.
Mengapa kontroversi jadi bumbu utama popularitas online? Jawabannya terletak pada logika ekonomi perhatian (attention economy).
Platform digital membanjiri pengguna dengan jutaan konten setiap hari. Di tengah lautan informasi itu, hanya konten yang memicu reaksi emosional kuat yang mampu menembus keramaian.
Kontroversi hadir sebagai “pukulan awal” untuk menarik klik, komentar, hingga perdebatan panjang. Dari sisi algoritma, semakin tinggi interaksi, semakin luas pula distribusi konten tersebut.
Algoritma, Psikologi Audiens, dan Ekonomi Perhatian
Tidak heran, banyak publik figur dan kreator kini menjadikan kontroversi sebagai sarana branding personal. Sekalipun menuai kritik, perhatian yang tercipta sering kali lebih besar dibandingkan unggahan biasa.
-
Algoritme Media Sosial dan Konten Sensasional
Platform digital seperti Instagram, TikTok, hingga Twitter/X cenderung mengutamakan konten dengan engagement tinggi. Konten yang memicu kemarahan, keterkejutan, atau perdebatan cenderung menghasilkan interaksi lebih besar dibandingkan konten informatif yang netral. Inilah sebab mengapa kontroversi mudah viral di media sosial. -
Psikologi Konsumsi Konten Kontroversial
Studi psikologi menunjukkan bahwa manusia lebih peka terhadap ancaman dan konflik, sebuah kecenderungan yang dikenal sebagai negativity bias. Inilah yang mendorong efek psikologis konsumsi konten kontroversial. Netizen merasa perlu ikut berkomentar, meluruskan informasi, atau sekadar melampiaskan emosi, yang justru memperkuat visibilitas konten itu sendiri. -
Ekonomi Perhatian dan Monetisasi
Bagi kreator dan influencer, kontroversi adalah jalan pintas menuju keuntungan finansial. Satu unggahan panas bisa melampaui puluhan konten edukatif dari sisi jangkauan. Sponsorship, undangan kolaborasi, hingga liputan media pun bisa datang karena viralitas. Fenomena ini menunjukkan bagaimana kontroversi sebagai taktik marketing digital kerap dimanfaatkan demi mempercepat pertumbuhan popularitas.
Aktor dan Motivasinya
-
Influencer dan Kreator Konten
Banyak kreator digital kini mengadopsi strategi influencer menggunakan kontroversi untuk memperkuat eksistensinya. Dari sekadar melontarkan opini nyeleneh, membuat konten satir yang mengusik norma, hingga menampilkan gaya hidup ekstrem, semuanya ditujukan agar tetap relevan di linimasa. Namun, keseimbangan antara orisinalitas dan pencarian sensasi sering kali tipis. -
Merek dan Korporasi
Beberapa brand memanfaatkan kontroversi sebagai taktik marketing digital melalui kampanye yang memancing pro-kontra. Misalnya, isu lingkungan, kesetaraan gender, atau gaya hidup tertentu. Strategi ini bisa menaikkan awareness, tetapi juga berisiko menimbulkan krisis reputasi jika tidak disertai kesiapan menghadapi serangan balik. -
Politisi dan Publik Figur
Di ranah politik, kontroversi sering menjadi alat untuk mengonsolidasikan dukungan atau mengalihkan isu. Peran kontroversi dalam membentuk citra publik figur cukup besar, meskipun konsekuensinya adalah polarisasi dan melemahnya kualitas diskusi publik.
Tipologi Kontroversi Popularitas di Media Sosial
-
Kontroversi Organik
Muncul secara spontan karena ucapan atau tindakan yang menyinggung isu sensitif. -
Kontroversi Strategis (Manufactured Outrage)
Sengaja dirancang untuk menuai reaksi, misalnya teaser ambigu atau opini yang membelah pendapat. -
Kontroversi Edge-Lording
Konten yang menguji batas norma sosial untuk citra anti-mainstream. -
Kontroversi Berbasis Hoaks
Mengandalkan misinformasi untuk memancing emosi, berisiko hukum dan etika. -
Clip-Baiting
Memotong video agar tampak provokatif tanpa konteks penuh.
Tipologi ini memperlihatkan bahwa tidak semua kontroversi sama. Ada yang muncul alami, ada pula yang merupakan strategi terukur.
Risiko dan Keuntungan Konten Kontroversial
Risiko dan keuntungan konten kontroversial tidak bisa dipisahkan. Dari sisi keuntungan, kontroversi mampu mendongkrak jumlah pengikut, meningkatkan engagement rate konten kontroversial, dan memberikan publisitas gratis. Namun, kerugiannya mencakup erosi kepercayaan, potensi cancel culture di media sosial, hingga hilangnya kerja sama dengan brand.
Bagi publik figur, reputasi yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh seketika jika kontroversi dianggap kelewat batas. Inilah mengapa analisis dampak kontroversi di era digital menjadi penting sebelum sebuah konten diunggah.
Kontroversi dan Strategi Branding Digital
Dalam lanskap digital, kontroversi sering dianggap sebagai bagian dari strategi digital branding. Namun, strategi ini bukan tanpa konsekuensi. Netizen dan budaya konsumsi kontroversi menciptakan ruang yang rawan.
Di satu sisi, keterlibatan netizen menjadikan kontroversi sebagai fenomena trending topic Twitter/X yang sulit dihindari. Di sisi lain, fenomena ini memperlihatkan betapa kuatnya budaya clickbait dalam membentuk opini publik. Banyak kreator yang memilih jalur kontroversial karena yakin bahwa tanpa sensasi, mereka akan tenggelam di tengah kompetisi konten.
Studi Kasus
-
Influencer Kontroversial di Instagram & TikTok
Beberapa influencer memilih mengunggah konten yang menyinggung norma sosial, baik dari sisi gaya hidup maupun opini. Meski popularitas di medsos mereka meningkat, tidak sedikit yang akhirnya kehilangan sponsor. -
Brand dan Kampanye Isu Sosial
Ada perusahaan yang meluncurkan kampanye ramah lingkungan, namun kemudian dipersoalkan karena tidak konsisten. Kasus ini menunjukkan bagaimana kontroversi sebagai taktik marketing digital bisa berbalik arah menjadi krisis reputasi. -
Figur Politik
Politisi sering mengandalkan pernyataan tajam agar viral. Namun, strategi ini lebih sering memperkuat basis pendukung daripada membangun konsensus luas.
Perdebatan tentang etika dalam membangun popularitas digital kian menguat. Platform seperti TikTok dan Instagram berusaha menyeimbangkan antara kebebasan berekspresi dan perlindungan terhadap ujaran kebencian. Namun, skala besar dan perbedaan konteks budaya membuat moderasi tidak selalu efektif.
Sementara itu, literasi digital menjadi salah satu solusi. Publik diajak untuk lebih kritis terhadap konten clickbait di platform digital dan tidak langsung membagikan informasi yang memicu emosi tanpa verifikasi.
Fenomena tren viral berbasis kontroversi di Indonesia menunjukkan bahwa kontroversi memang ampuh untuk menciptakan popularitas di media sosial. Namun, keberlanjutan popularitas tidak hanya bergantung pada viralitas. Kepercayaan publik tetap menjadi modal utama.
Bagaimana media sosial mendorong konten kontroversial memang sudah jelas melalui algoritma dan ekonomi perhatian. Tetapi, pertanyaan lebih penting adalah, sampai kapan strategi ini bisa bertahan? (A46)