Tarutung, Sinata.id – Aktivitas penambangan pasir ilegal di Sungai (Aek) Situmandi dan Aek Sigeaon, khususnya di wilayah Kecamatan Sipoholon, Tarutung, dan Siatas Barita, berlangsung secara masif dan bebas pada Rabu (10/9/2025). Kegiatan ini memicu kerusakan pada berbagai infrastruktur vital, termasuk jalan, jembatan, hingga saluran irigasi yang berfungsi mengairi sawah warga.
Padahal, sanksi terhadap pertambangan ilegal telah diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang dapat berujung pada hukuman penjara maksimal lima tahun serta denda hingga Rp 100 miliar. Meski demikian, para pengusaha tambang tetap beroperasi secara terbuka tanpa rasa takut terhadap tindakan aparat hukum. Kegiatan ini telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.
Pantauan wartawan menunjukkan aktivitas penambangan paling intens terjadi di Sungai Aek Situmandi, mulai dari Desa Siraja Hutagalung hingga Pancurnapitu di Kecamatan Siatas Barita, serta Desa Parbubu Pea, Kecamatan Tarutung. Di lokasi tersebut terdapat puluhan tangkahan pasir yang beroperasi dengan mesin penyedot pasir dari dasar sungai. Puluhan truk terlihat setiap hari mengangkut pasir yang diduga dipasarkan tidak hanya di Tapanuli Utara tetapi juga ke daerah luar, seperti Humbang Hasundutan dan Kabupaten Toba.
Dampak penambangan terlihat jelas pada kondisi jalan dari Lumban Ratus, Desa Pancurnapitu, hingga Desa Siraja Hutagalung, yang kini berlubang akibat tonase berlebih truk pengangkut pasir, bahkan saat pasir masih basah. Irigasi persawahan di Desa Hutagalung juga mengalami kerusakan akibat penurunan dasar sungai dan menyempitnya lebar sungai, menyebabkan tanggul longsor.
Seorang warga Desa Siraja Hutagalung yang enggan disebutkan namanya menyatakan kekecewaannya terhadap aktivitas tambang. Ia menuturkan, “Kami tidak setuju adanya tambang pasir ini. Jalan rusak karena dilewati truk, dan irigasi sawah pun rusak.” Warga ini menduga aktivitas ilegal terus berjalan karena aparat terkait menerima keuntungan dari pengusaha tambang. “Kami melihat ada petugas yang secara bergantian menemui para pengusaha tambang pasir,” ujarnya.
Di sisi lain, salah satu pengusaha tambang mengakui kegiatan yang dijalankan tanpa izin resmi, namun menegaskan bahwa usaha tersebut merupakan sumber penghasilan utama bagi keluarganya.
Kepala Desa Siraja Hutagalung, Japatar Hutagalung, mengaku menghadapi dilema terkait aktivitas tambang di desanya dan desa-desa sekitar. Ia mengapresiasi sisi positif dari kegiatan tersebut, yakni membantu perekonomian warga, namun tidak menampik dampak kerusakan infrastruktur yang ditimbulkan. Japatar menekankan, “Kalau penertiban mau dilakukan, sebaiknya jangan pandang bulu. Semua harus ditertibkan.” (A1)