Jakarta, Sinata.id – Rencana pelaporan terhadap pendiri Malaka Project, Ferry Irwandi, menuai sorotan setelah TNI menyebut adanya dugaan tindak pidana yang lebih serius di balik kasusnya. Sebelumnya, upaya TNI untuk menjerat Ferry dengan pasal pencemaran nama baik berdasarkan UU ITE dinyatakan tidak memungkinkan menurut putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini terungkap dalam diskusi publik bertajuk “Bahaya Militerisme: Ancaman Pembela HAM dan Militerisasi Ruang Siber” yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil melalui siaran YouTube Imparsial, Jumat (12/9/2025). Dalam forum tersebut, Ferry mengaku heran atas langkah TNI yang terus mencari celah hukum untuk menjeratnya.
“Sampai sekarang saya tidak tahu mengapa saya diperkarakan sebegitu serius. Lalu disebut lagi ada tindak pidana yang lebih berat, saya jadi bingung, siapa yang sebenarnya saya sakiti?” ujar Ferry.
Ferry juga menyinggung pernyataan Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, serta Mahfud MD yang menegaskan posisi hukum sudah jelas.
“Saya hanya warga sipil biasa, tapi kok diperlakukan seperti ini. Padahal putusan MK sudah terang,” ucapnya.
Putusan MK: TNI Tidak Bisa Jadi Pelapor Pencemaran Nama Baik
Sebelumnya, Komandan Satuan Siber (Dansatsiber) Mabes TNI, Brigjen Juinta Omboh Sembiring, diketahui sempat berkonsultasi dengan Polda Metro Jaya terkait dugaan pencemaran nama baik institusi.
Namun, langkah tersebut terbentur putusan MK Nomor 105/PUU-XXII/2024, yang menegaskan bahwa lembaga atau badan hukum tidak dapat menjadi pelapor dalam kasus pencemaran nama baik.
Hanya individu yang merasa nama baiknya tercemar yang berhak melaporkan ke aparat penegak hukum.
Dengan demikian, TNI tidak memiliki kedudukan hukum untuk membawa perkara tersebut ke ranah pidana.
TNI Klaim Ada Dugaan Pidana Lebih Berat
Meski tidak dapat menempuh jalur UU ITE, TNI menegaskan pihaknya menemukan indikasi pelanggaran hukum lain terkait Ferry.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Brigjen Marinir Freddy Ardianzah, menyatakan hal itu masih dalam kajian internal.
“TNI menghormati sepenuhnya putusan Mahkamah Konstitusi. Namun, kami melihat adanya dugaan tindak pidana lain yang lebih serius. Saat ini kami masih mengkaji ulang konstruksi hukum yang relevan,” ungkap Freddy.
Freddy menegaskan TNI menjunjung tinggi prinsip hukum dan kebebasan berpendapat. Ia juga mengingatkan publik agar tidak menyebarkan provokasi, disinformasi, fitnah, maupun ujaran kebencian.
Mahfud MD: Jika Dipaksakan, Negara Bisa Kacau
Dalam kesempatan berbeda, Mahfud MD turut menanggapi kabar rencana pelaporan tersebut.
Menurutnya, pernyataan Ferry mengenai isu darurat militer tidak bisa serta-merta dianggap sebagai fitnah.
“Pernyataan itu kan sebenarnya sudah menjadi pembicaraan publik. Kalau hal ini dipaksakan ke jalur hukum, bisa-bisa negara semakin kacau karena akan muncul banyak saksi dan keterangan resmi di pengadilan,” kata Mahfud MD dalam kanal YouTube Curhat Bang Denny Sumargo, yang ditayangkan pada Kamis (11/9/2025).
Kendati demikian, Mahfud menegaskan apabila TNI memiliki bukti yang kuat, proses hukum tetap dapat berjalan. Namun, ia menilai Ferry bukanlah provokator sebagaimana dikhawatirkan sebagian pihak.
Sementara itu, Polda Metro Jaya melalui Wakil Direktur Reserse Siber AKBP Fian Yunus menegaskan bahwa laporan pencemaran nama baik oleh institusi memang tidak bisa diproses berdasarkan putusan MK.
Ferry sendiri menegaskan tidak pernah berniat melarikan diri dan siap menghadapi proses hukum apabila benar-benar dilaporkan. (A46)