Oleh Ustad Tigor Harahap Lc
“Ruh-ruh itu seperti pasukan yang dihimpun dalam kesatuan. Yang saling mengenal di antara mereka akan mudah saling berhimpun. Yang saling merasa asing di antara mereka akan mudah
saling berselisih.” (HR Muslim).
Ada banyak jenis persaudaraan dalam kehidupan dunia ini. Sebagaimana ada ragam alasan orang-orang jadi berteman. Kita bisa lihat banyak dan tak terhitung organisasi persaudaraan, seperti persatuan suku, profesi, hobi, alumni, dan lain-lain. Islam juga mengakui itu semua. Boleh-boleh saja. Karena pada dasarnya semua manusia bersaudara. Berasal dari satu darah, nabi Adam. Itu yang disebut dengan ukhuwwah insaniyyah.
Lebih khusus ada ukhuwwah wathaniyyah, saudara sebangsa. Lebih dekat dan intim dalam persaudaraan sedarah, ukhuwwah nasabiyyah. Lalu tidak ada yang lebih tinggi dan agung dari ukhuwwah imaniyyah/islamiyyah, persaudaraan seakidah, kekal sampai ke akhirat.
Di Madinah, sebelum Islam datang, mereka berhimpun dalam kesatuan kabilah-kabilah. Terbesar ada Aus dan Khazraj. Tak jarang mereka saling berperang. Jadi musuh bebuyutan. Maka tak heran, sebelum nabi tiba, saat bai’at aqabah pertama, mereka pinta, “jika Allah menyatukan (mendamaikan) penduduk Madinah karenamu, maka tidak ada manusia yang lebih mulia
darimu.”
Lalu sejarah mengabadikan persaudaraan paling indah yang pernah dilihat manusia. Aus dan Khazraj tetap ada. Persatuan-persatuannya masih berdiri. Para pemimpin dan pemukanya juga tetap diakui.
“Dan berpegang teguhlah kamu semua dengan agama Allah, dan janganlah bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, hingga dengan karuniaNya kamu jadi bersaudara” (Ali Imran, 103).
Sebab bangunan hanya bisa kokoh bila memiliki pondasi yang kuat. Tiada pondasi abadi dalam persaudaraan selain iman. Selebihnya hanya sementara atau kepentingan sesaat.
تقع أشكالھا على الطیور ان
یرغب مثلھ فى فكل
Sesungguhnya burung-burung itu akan bertengger bersama yang serupa bentuknya. Maka setiap orang akan suka pada yang semisal dengan sifatnya. (Syair Arab).
Ada seorang wanita shahabiyah ikut hijrah ke Madinah. Beliau orang yang suka tertawa dan buat orang lain tertawa. Begitu di Madinah, ia sudah berkumpul dengan wanita Madinah yang juga punya selera humor sama. Ketika nabi Muhammad SAW. mengetahuinya, beliau pun bersabda dengan hadis yang ada di awal tulisan di atas. Hadis tentang kesatuan ruh.
Seseorang tidak bisa dipaksa dekat dengan orang lain. Masing-masing ada chemistrynya. Jika persaudaraan dalam Islam adalah kewajiban, maka kedekatan adalah pilihan. Semakin banyak kesamaan akan semakin besar kemungkinan untuk dekat. Bila ada dua orang bertemu, sama-sama suka diskusi dan kritis, teguh pada prinsip kehormatan dan kejujuran, tanpa didekati akan dekat secara alami. Termasuk faktor kedekatan usia. Sesama anak muda sebaya akan mudah akrab. Jarang kita temui anak muda dua puluh tahun teman akrabnya kakek-kakek tujuh puluh tahun. Terlalu banyak perbedaan.
Begitu pula pamangus dengan pamangus, pemancing dengan pemancing, kontraktor dengan
kontraktor, jiwa pendidik dengan pendidik, akan mudah dekat dan saling bertautan. Sulit membayangkan orang jujur bisa dekat dengan penipu ulung. Bahkan mungkin mustahil terjadi. Akan terasa ketidaknyamanan di dalam jiwa. Hati akan berjauhan. Seperti kutub magnet yang berlawanan.
Berbeda halnya jika hanya berteman biasa. Karena sebagian orang ada yang mudah masuk ke semua orang, gampang bergaul. Kita bisa baca sejarah nabi, bisa dekat dengan anak kecil, adiknya Anas bin Malik, akrab dengan anak-anak muda, juga para orang tua dan lansia. Semua miliki kesan sama, merasa dekat dengan nabi. Jika huruf, maka ibarat huruf “alif”, ya’laf wa yu’laf, menghimpun dan dihimpun. Huruf yang paling banyak digunakan dalam bahasa arab. Huruf yang masuk ke semua huruf lain dalam kata. Sebab itu ia disebut “alif”. (*)