Pematangsiantar, Sinata.id – Penanganan anak-anak korban bencana alam di wilayah Sumatera memerlukan peran serta orang tua dan lingkungan sekitar. Hal itu disampaikan oleh Psikolog, Ruth Maya Tamba.
Ruth menjelaskan setiap anak memiliki respon berbeda terhadap bencana yang dialami. Oleh karena itu, keberadaan serta dukungan dari orang tua dan masyarakat menjadi faktor penting bagi pemulihan.
“Perlu penanganan psikologis pasca terjadinya bencana terhadap korban, waktu beserta dampaknya juga bisa berbeda,” ujar Ruth, Rabu (10/12/2025).
Lanjut Ruth, ia memaparkan beberapa poin penting yang wajib menjadi prioritas dalam penanganan korban bencana, khususnya anak-anak:
– Pemenuhan Kebutuhan Dasar dan Logistik.
Ruth menegaskan penanganan psikologis tidak dapat berjalan optimal jika kebutuhan mendasar korban belum terpenuhi. Hal utama adalah menyediakan tempat berlindung yang aman dan makanan.
“Tempat tinggal atau ruang aman dahulu agar korban mau bercerita. Bagaimana mungkin menangani secara psikologis apabila korban dalam keadaan lapar maupun tidak memiliki tempat untuk sekedar berlindung,” ucapnya.
– Fungsi dan Kesehatan Mental Orang Tua.
Orang tua memegang peran penting dalam proses pemulihan anak. Ruth menyatakan orang tua wajib memiliki kesehatan mental yang baik agar dapat mengasuh anaknya dengan maksimal.
“Pemerintah harus berpikir untuk melakukan penanganan psisik kepada orang tuanya, bantuan psikologis awal kepada orangtua sangat penting. Kalau orang tua sudah sehat mental, maka lebih mudah untuk mengarahkan anaknya. Kondisi orangtua tidak sehat mental, akan mudah marah dan lebih sering sensitif,” ujarnya.
Ia menggambarkan kondisi ketidakpastian yang dialami korban bencana, di mana masyarakat seringkali tidak tahu akan tinggal di mana dan kapan penanganan tiba. Pada anak, trauma ini dapat menimbulkan berbagai perubahan perilaku.
“Anak yang traumatik biasanya akan main-main seputar bencana atau mimpi buruk, kencing celana, dikit-dikit nempel pada orangtuanya. Itulah efek perubahan perilaku kondisi psikologis yang tidak baik,” kata Ruth.
– Kesehatan Mental Relawan.
Tidak hanya korban dan orang tua, Ruth menegaskan pentingnya kesehatan mental para relawan yang turun ke lokasi bencana. Relawan yang sehat mental akan lebih mampu memberikan bantuan yang maksimal.
Ruth mengingatkan perlunya menjaga batasan emosional antara relawan dan korban.
“Harus dibatasi, sebab korban harus bisa hidup mandiri, jangan sampai ketergantungan dengan Relawan. Jika tidak, maka korban bisa mengalami kesedihan yang mendalam jika Relawan sudah selesai tugasnya,” tuturnya. (*)
Penulis: Hendrik Nainggolan






