Simalungun, Sinata.id – Melati (bukan nama sebenarnya, red) korban pelecehan seksual (cabul) di Kecamatan Pematang Bandar, Kabupaten Simalungun, sebelumnya diduga menjadi korban “bullying” (perundungan) di sekolahnya. Persisnya, saat bersekolah di Kabupaten Batubara.
Ditemui di kediamannya, Kamis, 25 September 2025, ibu korban M boru S bercerita, sebelum tinggal di Kecamatan Pematang Bandar, mereka menetap di Kabupaten Batubara.
“Dia (korban, red) dulu sekolah sampai kelas 4. Waktu itu kami tinggal di Batubara. Karena dibully kawan sekolahnya dia gak mau lagi sekolah. Terus karena bapaknya meninggal kami pindah ke sini,” kata wanita berhijab ini.
Ibu sekaligus berperan sebagai ayah ini mengatakan, sejak suaminya meninggal, ia bersama anaknya pindah ke Simalungun. Di Pematang Bandar, ia tinggal berdua dengan Melati. Karena faktor ekonomi, ia tak sanggup menyekolahkan Melati.
“Mau sekolah lagi di sini, aku gak sanggup lagi nyekolahkannya. Karena kami harus pindah-pindah tempat tinggal. Sekarang, anakku mau kok kalau disekolahkan, cuma aku belum mampu dan bingung karena sudah tertinggal (mata pelajaran) jauh,” kata wanita berusia 36 tahun ini.
Sementara, menurut Jm, tetangga korban, sekitar 2 tahun yang lalu, M boru S menikah lagi, dan dikaruniai seorang anak laki-laki. Namun, kehidupan keduanya juga belum membaik. Suaminya yang sekarang hanya bekerja serabutan.
“Sekarang orang itu tinggal di rumah warga yang kosong. Ada rumah orang sini yang kosong, jadi mereka yang menempati. Suaminya itu kerjanya serabutan. Kalau istrinya, ya semua dikerjain lah. Kadang ada yang nyuruh nyuci, nggosok pakean, kadang bantuin di ladang,” kata tetangga korban.
Wanita berusia 70 tahun ini menambahkan, setelah membuat laporan atas kejadian yang menimpa Melati. Keluarga mereka menerima ancaman dari tersangka, sehingga keluarga mereka mengungsi ke rumah warga lain.
“Abis dilaporkan kemarin itu, si pelaku itu ngancam mau membunuh. Karena ketakutan jadinya mereka ngungsi ke rumah tetangganya ini. Jadi orang ini sudah tinggal di sini, sekitar seminggu lebih lah. Apalagi yang nempati rumah ini baru lahiran, jadi harus ada yang ngawani, udah gitu di sini ramai tetangganya. Kalau ada apa-apa kan bisa tahu,” tambahnya.
TD warga lainnya menyebut, awal mula kejadian yang menimpa Melati terkuak pada awal September 2025 lalu. Mengetahui anaknya menjadi korban pelecehan seksual, ibunya tidak berani melaporkan karena kondisi ekonomi.
Lalu, sebagian warga yang mendengar kejadian itu pun geram, sehingga beberapa warga berinisiatif patungan untuk memberikan bantuan agar ibu korban melaporkan kejadian yang menimpa anaknya.
“Tanggal 12 September itu lah dilaporkan. Terus, karena laporannya sampai seminggu lebih gak ada tanggapan dari kepolisian, makanya warga mulai geram. Karena pelaku bebas berkeliaran. Tanggal 20 kemarin lah warga menjemput tersangka dari sawah-sawah. Terus warga membawanya ke Kantor Lurah,” kata pria yang mengenakan baju biru ini.
Ia melanjutkan, setelah berhasil mengamankan tersangka LS. Warga juga mendengar bahwa Mawar (15) menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan pria bermarga Nainggolan. Warga yang emosinya sudah memuncak, akhirnya menjemput tersangka di rumahnya.
“Awalnya itu, mamaknya korban kedua (Mawar, red) pernah cerita kalau anaknya dilecehkan juga, dia ceritanya sama Kepling (kepala lingkungan, red), tapi belum buat laporan resmi ke polisi. Warga yang geram itu pun menjemput si Nainggolan itu dari rumahnya. Malam itu juga, mamaknya Mawar (disamarkan) buat laporan resmi ke polisi dan pelaku langsung dibawa ke Polres Simalungun,” lanjutnya menceritakan sembari berharap agar tak ada lagi kejadian serupa dikemudian hari.
Sementara itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kabupaten Simalungun telah melakukan sosialisasi dengan masyarakat, dan mereka telah menghadirkan psikolog untuk melakukan konseling untuk memperbaiki mental para korban. (SN11)