Pematangsiantar, Sinata.id – Warga Kota Pematangsiantar, khususnya di Kelurahan Simarito, Kecamatan Siantar Barat, mengeluhkan gangguan distribusi air bersih dari Perumda Tirta Uli. Krisis ini disebut telah berlangsung selama sekitar satu bulan terakhir. Protes tersebut kemudian dijawab petinggi Perumda.
“Mohon maaf pelayanan kita saat ini terganggu akibat dari debit air kita di sumber mengalami penurunan, hal ini diakibatkan oleh kemarau yang tahun ini agak panjang,” kata Direktur Utama Perumda Tirta Uli, Arianto kepada sinata.id, Selasa (1/7/2025).
Air bersih sebelumnya dilaporkan warga hanya mengalir dengan tekanan rendah mulai pukul 19.30 WIB dan berhenti sekitar pukul 23.00 WIB, lalu kembali hidup pada pukul 04.00 dini hari. Untuk siang hari, air nyaris tak mengalir. Arianto berjanji membenahinya.
“Mohon maaf pak atas ketidaknyamanan ini, beri waktu saya untuk memperbaiki pelayanan. Mohon dukungannya ya pak,” sambungnya.
Persoalan krisis air turut mengundang reaksi Kader PDIP, Azahari Nasution yang mempertanyakan prestasi di ajang BUMD Awards diperoleh perusahaan pelat merah tersebut, dianggap masih bertolak belakang dengan yang dirasakan masyarakat.
“Terganggunya air bersih ke rumah pelanggan Perumda Tirta Uli menjadi tanda tanya bagi kita semua. Kita tau begitu banyak penghargaan didapat Perumda itu. Saya gak tau apa-apa kriteria yang menjadi penilaian lembaga pemberi penghargaan itu,” ungkap dia, Selasa (1/7).
Ia juga menyindir aktivitas rutin seperti pemeliharaan dan studi banding yang justru berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan.
“Karena fakta yang sebenarnya ada di lapangan. Maka, wajarlah timbul anggapan (rutinitas) itu semua hanya untuk menghamburkan uang,” tutur Ketua PDIP Siantar Barat.
Krisis Air Juga Dirasakan Warga Bahkora
Persoalan serupa ternyata juga dialami warga Jalan Bahkora II selama dua hari berturut-turut tidak merasakan air mengalir. Kondisi ini juga menimbulkan keresahan dan ketidaknyamanan dalam menjalani aktivitas harian masyarakat.
Untuk memenuhi kebutuhan dasar, mereka terpaksa mengandalkan air galon yang dibeli dengan biaya tambahan.
“Situasi ini sangat memprihatinkan. Kami harus membeli air galon lebih banyak hanya untuk mencuci muka atau memasak. Tidak ada pilihan lain,” ungkap seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Tokoh masyarakat setempat, Imron Togi Siregar menyebutkan ini bentuk nyata dari kelalaian perusahaan menyediakan kebutuhan pokok terhadap warga. Juga sebagai bentuk kegagalan besar dalam pengelolaan pelayanan dasar. (FS)