AS, Sinata.id – Ketegangan diplomatik antara Amerika Serikat dan China kembali meningkat, kali ini melibatkan sektor vital industri semikonduktor. Presiden AS Donald Trump pada Jumat (10/10) mengancam akan membatalkan pertemuannya dengan Presiden Xi Jinping setelah pemerintah China memperketat ekspor logam tanah jarang—material penting dalam pembuatan chip komputer.
Langkah Beijing tersebut dianggap sebagai sinyal kuat upaya kontrol jangka panjang terhadap rantai pasokan global di sektor teknologi tinggi, termasuk kecerdasan buatan (AI).
Aturan baru yang diterapkan mewajibkan izin ekspor untuk seluruh produk yang mengandung logam tanah jarang, bahkan dalam jumlah kecil. Ketentuan ini secara eksplisit menargetkan material yang digunakan dalam pembuatan chip serta penelitian AI dengan potensi aplikasi militer.
“Ini adalah kebijakan ekspor paling ketat yang pernah diterapkan China,” ujar Gracelin Baskaran, Direktur Fokus Mineral Kritis di Center for Strategic and International Studies (CSIS).
Ia menilai, China kini memiliki otoritas besar untuk memaksa kepatuhan tidak hanya dari perusahaan Amerika, tetapi juga seluruh dunia.
Meski begitu, sejumlah analis memandang kebijakan tersebut lebih bersifat politis menjelang rencana kunjungan Trump ke Asia, yang mencakup potensi pertemuan bilateral dengan Xi.
Mereka menilai pembatasan ini bisa menjadi alat tawar dalam diplomasi dagang kedua negara. Namun, masih belum jelas bagaimana Beijing akan menegakkan aturan tersebut di tingkat mikro, mengingat sulitnya melacak kandungan logam tanah jarang di berbagai produk teknologi.
Menanggapi langkah itu, Trump melontarkan kritik keras melalui unggahan di Truth Social. Ia menyebut kebijakan China sebagai tindakan “bermusuhan” dan berjanji akan menaikkan tarif impor secara besar-besaran.
“Saya selalu tahu mereka punya niat untuk menekan dunia. Sekarang terbukti, dan AS memiliki posisi monopoli yang jauh lebih kuat—yang akan segera saya gunakan,” tulisnya.
Dampak pembatasan itu segera dirasakan di industri global. Bloomberg melaporkan, ASML Holding NV—perusahaan asal Belanda yang menjadi pemasok mesin pembuat chip paling canggih di dunia—mulai menyiapkan langkah antisipatif.
Seorang sumber internal mengatakan, klausul yang mewajibkan izin ekspor ulang produk berbahan logam tanah jarang bisa melumpuhkan operasional mereka.
“Kami sedang meninjau ulang rantai pasokan dan mencari alternatif,” ujarnya. ASML sendiri menolak memberikan komentar resmi atas isu tersebut.
Sementara itu, perusahaan chip asal Amerika Serikat juga tengah menilai risiko kenaikan harga bahan baku, terutama magnet yang bergantung pada logam tanah jarang.
“Kenaikan harga bisa menjadi ancaman nyata bagi stabilitas rantai pasok global,” ungkap seorang manajer senior yang enggan disebut namanya.
Beberapa produsen besar seperti Intel Corp., Taiwan Semiconductor Manufacturing Co. (TSMC), dan Samsung Electronics Co. juga diperkirakan akan terdampak karena ketiganya mengandalkan pasokan mesin dan bahan dari ASML. Mmereka belum memberikan pernyataan resmi terkait kebijakan ekspor baru China. (A58)