Sinata.id – Pemerintah Amerika Serikat resmi menanamkan modal senilai 8,9 miliar dollar AS atau sekitar Rp144 triliun di perusahaan semikonduktor Intel. Investasi tersebut membuat negara itu menggenggam 9,9 persen saham Intel, namun tanpa memperoleh hak suara maupun kursi di dewan direksi.
Kesepakatan ini merupakan hasil konversi dari hibah Chips Act 2022 yang sebelumnya dialokasikan untuk Intel. Dana yang semula berbentuk hibah kini berubah menjadi kepemilikan saham. Presiden Donald Trump mengumumkan langkah tersebut langsung dari Gedung Putih pada Jumat (22/8/2025) waktu setempat.
“Kesepakatan ini sangat menguntungkan, baik untuk Amerika Serikat maupun untuk Intel. Pembangunan chip dan semikonduktor canggih yang menjadi fokus Intel adalah fondasi penting bagi masa depan negara kita,” ujar Trump melalui akun resmi Truth Social.
Strategi Industri
Investasi ini menegaskan intervensi pemerintahan Trump pada sektor teknologi strategis, mengikuti pola serupa dalam kebijakan industri modern yang sebelumnya dilakukan terhadap Nvidia dan AMD.
Dalam transaksi tersebut, pemerintah membeli saham Intel dengan harga 20,47 dollar AS per lembar. Angka ini lebih rendah dibanding kesepakatan SoftBank asal Jepang yang membeli saham Intel seharga 23 dollar AS per lembar. Padahal, pada perdagangan Jumat lalu, saham Intel ditutup di posisi 24,80 dollar AS, yang berarti pemerintah mendapatkan harga diskon.
Selain itu, pemerintah AS juga memperoleh opsi saham selama lima tahun, yang memberi peluang menambah 5 persen kepemilikan dengan harga 20 dollar AS per lembar. Namun, opsi tersebut hanya berlaku apabila Intel melepas kendali mayoritas pada unit bisnis foundry, yaitu divisi yang memproduksi chip untuk pihak ketiga.
Pro dan Kontra
Kendati disambut positif oleh pasar—harga saham Intel tercatat melonjak 5,5 persen sehari setelah pengumuman—kebijakan ini menuai kritik dari sejumlah pihak.
Senator Rand Paul, misalnya, menilai keputusan tersebut berpotensi menyeret AS ke arah kebijakan ekonomi yang mirip sosialisme. “Pemerintah seharusnya tidak ikut campur dalam kepemilikan perusahaan swasta. Biarkan mekanisme pasar bekerja,” ujarnya.
Sementara itu, kalangan analis menilai investasi ini belum cukup menjawab persoalan fundamental yang tengah dihadapi Intel. Beberapa di antaranya bahkan menyarankan agar perusahaan lebih fokus pada desain chip ketimbang manufaktur, atau menjajaki kemitraan strategis untuk memperkuat bisnis.
Saat ini, kapitalisasi pasar Intel berada di kisaran 110 miliar dollar AS, atau separuh dari nilai pada awal tahun lalu.
Bagian dari Pola Lebih Besar
Langkah ini bukan kali pertama Presiden Trump terlibat langsung dalam strategi bisnis sektor swasta. Pemerintah AS sebelumnya sudah mengamankan 15 persen keuntungan dari penjualan chip AI oleh Nvidia dan AMD ke China. Trump juga mengantongi golden share di Nippon Steel yang memberinya kendali atas U.S. Steel usai akuisisi.
Selain investasi, pemerintahan Trump juga aktif menekan raksasa teknologi seperti Meta, Alphabet, dan Disney melalui jalur hukum serta kesepakatan penyelesaian. Menurut Trump, kebijakan tersebut bukan bentuk intervensi berlebihan, melainkan upaya memperkuat posisi Amerika Serikat dalam kompetisi global, khususnya di bidang teknologi dan industri strategis. (*)