Simalungun, Sinata.id – Guna membahas persoalan tanah adat di Kabupaten Simalungun, Pemkab Simalungun lakukan rapat koordinasi (rakor) dengan pemangku adat Simalungun.
Rakor dilaksanakan di Balei Harungguan Djabanten Damanik, Kantor Bupati Simalungun, Pematang Raya, Sumatera Utara, Selasa, 14 Oktober 2025.
Hadir di sana, sejumlah pemangku adat Simalungun, seperti para ahli waris kerajaan yang ada di Simalungun dan beberapa tokoh adat Simalungun lainnya.
Pada rakor, sejumlah pemangku adat Simalungun menegaskan, bahwa di Simalungun tidak ada lahan/tanah adat. Mengingat Simalungun merupakan daerah “partuanon” (kerajaan), sehingga Simalungun tidak mengenal tanah adat.
Ketua Umum Pemangku Adat dan Budaya Simalungun Jantoguh Damanik mengatakan, di Simalungun tidak dikenal istilah tanah adat. Sehingga klaim sepihak yang dapat memicu konflik, harus dihentikan.
Ia menambahkan, sampai saat ini tidak juga ada peraturan daerah (perda) yang menyatakan di Kabupaten Simalungun ada lahan adat.
Apabila dikemudian hari ada, tambahnya, maka yang berhak untuk memiliki adalah marga-marga Simalungun asli, terkhusus keturunan para raja-raja di Simalungun.
“Masyarakat adat belum ada di Simalungun dan tidak ada tanah adat di Simalungun. Kita berharap konflik di Sihaporas jangan terulang lagi. Kita menunggu keputusan pemerintah pusat tentang konsep masyarakat adat itu seperti apa,” ucap Jantoguh.
Panner Damanik, Ketua Umum Ihutan Bolon Damanik menekankan tentang pentingnya ketegasan Pemkab Simalungun menyelesaikan masalah klaim tanah adat.
‘Pertemuan seperti ini sudah sering dilakukan, hanya Pemkab Simalungun lah yang harus mengambil keputusan. Tegaslah kita dalam mengambil keputusan,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Simalungun, Mixnon Andreas Simamora, mengatakan, pemerintah daerah akan mengambil langkah tegas dan terukur dalam penyelesaian konflik.
“Kita berharap rakor ini menghasilkan langkah terbaik yang bisa diambil Pemkab Simalungun sebagai kunci penyelesaian konflik. Penyelesaian persoalan tanah harus berlandaskan hukum sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial harus diambil alih oleh pemerintah. Maka kita akan bertindak sesuai koridor hukum,” jelas Mixnon.
Dari data yang dipaparkan pada rakor, dari 267 kepala keluarga di Nagori Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, hanya 49 KK yang mengklaim tanah adat Lamtoras. Angka ini menjadi bahan evaluasi penting bagi pemerintah dan pemangku adat untuk memastikan solusi yang adil bagi semua pihak.
Rakor yang dihadiri unsur Forkopimda ini menghadirkan sejumlah tokoh penting, diantaranya, ahli waris tujuh kerajaan di Simalungun. Seperti ahli waris Kerajaan Siantar, Dolok Silau, Tanah Jawa, Panei, Purba, Raya, dan Nagur.
Hadir juga, Wakil Ketua Partuha Maujana Simalungun (PMS), Ketua Umum Persatuan Keturunan Raja/Cendikiawan Simalungun, perwakilan Himapsi, Ikatan Keluarga Muslim Simalungun, serta berbagai organisasi lainnya. (SN11)