Sinata.id – Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga, Sumatera Utara, kini tampak bukan lagi seperti kawasan pemukiman dan persawahan, melainkan deretan “danau dadakan”.
Hujan lebat yang turun tanpa henti selama beberapa hari membuat banjir dan longsor meluas, merendam rumah, jalan, hingga ratusan hektare sawah bak hamparan air danau.
Sejak Senin hingga Selasa (24–25/11/2025), air kiriman dari perbukitan dan luapan sungai menggenangi hampir semua titik rawan di Tapteng–Sibolga.
Di banyak lokasi, tinggi air mencapai pinggang orang dewasa hingga hampir dua meter, membuat rumah hanya menyisakan atap dan dinding lantai dua.
Di Kecamatan Tukka, tepatnya di Kampung Sigotom, kondisi jalan dan permukiman tak lagi bisa dibedakan.
Baca Juga: Tidak Ada Pelukan Hangat Saat Ayah Pulang, Hanya Menatap Jenazah Tiga Anak dan Istri
Sungai yang melintas di sepanjang kampung meluap melewati tanggul, menenggelamkan badan jalan dan ratusan rumah warga.
Dari kejauhan, kawasan itu tampak seperti danau luas.
“Ratusan hektare sawah sudah rata dengan air, kelihatan seperti danau besar. Nggak kelihatan lagi batas sawah sama parit,” ujar Albert, siswa SMA 1 Tukka, menggambarkan kondisi kampungnya.
Di Kelurahan Sibuluan Nauli, Kecamatan Pandan, banjir hampir menyentuh satu meter.
Rumah-rumah warga tergenang, perabot terpaksa ditumpuk di tempat tinggi.
Warga menyebut halaman rumah mereka sudah berubah menjadi “kolam raksasa” yang belum tahu kapan surut.
Badan Jalan A.R. Surbakti atau Jalan Sipan–Sihaporas bahkan dilaporkan amblas sepanjang sekitar 20–25 meter.
Di titik ini, banjir dan kerusakan jalan membuat kendaraan tak bisa lewat.
Jalan yang biasanya ramai kini hanya menyisakan genangan air lebar menyerupai danau kecil di tengah pemukiman.
Baca Juga: Nasib Pilu Poliman Lumbantobing, Dapati Istri dan Tiga Anaknya Tanpa Nafas Akibat Bencana Longsor
Hutanabolon dan Hutan Beton Sama-sama Jadi “Lautan”
Di Lingkungan 4 Kelurahan Hutanabolon, Kecamatan Tukka, warga bukan hanya menghadapi genangan air, tapi juga ancaman longsor dari kawasan perbukitan Aek Sipilit.
Material tanah, lumpur, dan kayu turun mengalir bersama banjir, menimbun badan sungai dan memaksa air meluber ke perumahan.
Delapan kepala keluarga dengan total 50 jiwa terpaksa mengungsi ke gereja.
Di luar gedung, permukiman tempat mereka biasa beraktivitas tampak seperti “telaga” yang membentang, dengan atap rumah muncul di sela-sela air kecokelatan.
“Kekhawatiran terbesar adalah banjir yang bisa tiba-tiba naik lagi di malam hari. Kondisi di sekitar rumah sudah seperti tinggal di pinggir danau,” kata Kepala BPBD Tapteng, Rahman Husein Siregar, Selasa (25/11/2025).