Kuasa Hukum Jamiem Sebut Kepala Desa Serapuh Tak Lagi Berwenang dan Tak Ada Akta Kematian dari Disdukcapil
Pematangsiantar, Sinata.id — Pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) atas nama alm. Suef oleh BPJS Ketenagakerjaan Pematangsiantar diduga menyalahi prosedur. Pencairan tersebut dilakukan tanpa adanya akta kematian dan tanpa mencantumkan nama istri sah almarhum, yakni Jamiem, sebagaimana tercantum dalam akta nikah resmi KUA Gunung Malela yang ditandatangani oleh H. Legimin, S.Ag pada 7 Maret 2023.
Kuasa hukum ahli waris Jamiem, Pondang Hasibuan, SH., MH dari Kantor Hukum Ferry SP Sinamo, SH., MH., CPM., CPArb & Partners, mengungkapkan banyak kejanggalan dalam proses pencairan tersebut. Ia menilai, pihak BPJS Ketenagakerjaan diduga mengabaikan hak istri sah dan menggunakan dokumen yang tidak sah secara hukum.
Menurut Pondang, BPJS Ketenagakerjaan mencairkan JHT berdasarkan Kartu Keluarga Nomor 1208022903080207 yang diterbitkan di Desa Serapuh pada 14 Juli 2011. Padahal, berdasarkan data kependudukan terbaru, Suef telah menjadi penduduk Desa Sahkuda Bayu, Kecamatan Gunung Malela, Kabupaten Simalungun, dengan Nomor KK 1208023009200070 sejak 17 Maret 2023 hingga meninggal dunia.
“Artinya, Kepala Desa Serapuh tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengeluarkan surat-surat apa pun terkait kematian Suef, karena almarhum bukan lagi penduduk Desa Serapuh,” tegas Pondang kepada Sinata.id, Kamis (9/10/2025).
Selain itu, lanjut Pondang, hingga kini tidak ada surat kematian yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). Namun, BPJS Ketenagakerjaan Pematangsiantar tetap mencairkan dana JHT kepada Vera Mustika, anak almarhum Suef dari istri pertama (almarhumah Wakinem), tanpa melibatkan istri sah kedua, Jamiem.
Padahal, Jamiem telah mengajukan berkas pencairan pada 5 Mei 2025, namun ditolak oleh BPJS dengan alasan belum lengkapnya surat ahli waris dan surat kuasa ahli waris. Anehnya, dua bulan kemudian, tepatnya 15 Juli 2025, BPJS justru mencairkan JHT kepada Vera Mustika menggunakan dokumen yang dinilai cacat hukum.
Pondang menyebut sejumlah pihak yang diduga turut serta dalam proses pembuatan dokumen palsu tersebut, antara lain:
1. Anisa Yustika, Vera Mustika, dan Aldi Arafah (anak alm. Suef dari istri pertama, almarhumah Wakinem).
2. Irfan Efrendi, Yanti Kosasi Tarigan, dan Kurniati (saksi).
3. Efendi (Kepala Desa Serapuh).
4. Roi Gojali Sidabalok (Camat Gunung Malela).
5. BPJS Ketenagakerjaan Pematangsiantar.
“Perbuatan mereka berpotensi melanggar pasal berlapis dalam KUHPidana, karena secara bersama-sama membuat dokumen palsu dan menghilangkan hak istri sah almarhum Suef,” ujar Pondang.
Sementara itu, pihak BPJS Ketenagakerjaan Pematangsiantar melalui petugas pelayanan Lidya Adriani, saat dikonfirmasi Sinata.id, menjelaskan bahwa pencairan JHT dilakukan berdasarkan dokumen yang telah ditandatangani oleh pihak berwenang.
“Kami mencairkan JHT almarhum Suef berdasarkan dokumen yang telah ditandatangani oleh pihak berwenang. Jika memang ada keberatan dari pihak kuasa hukum Ibu Jamiem, kami siap mengikuti proses hukum yang berlaku,” ujar Lidya Adriani kepada Sinata.id.Kamis(9/10/2025).
Sementara itu, Jamiem, istri sah almarhum Suef, mengaku sangat kecewa dengan keputusan BPJS yang mencairkan dana JHT tanpa melibatkannya.
> “Saya merasa dizalimi. Saya istri sah yang masih memiliki surat nikah resmi, tapi hak saya diabaikan. Saya hanya ingin keadilan dan hak saya sebagai istri tidak dihilangkan,” ucap Jamiem dengan mata berkaca-kaca.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik karena menyangkut dugaan pelanggaran prosedur administrasi, pemalsuan dokumen, dan penghilangan hak hukum istri sah, yang berpotensi menimbulkan konsekuensi pidana bagi pihak-pihak terkait. (A27)