Samosir, Sinata.id– Ketua DPRD Kabupaten Samosir Nasip Simbolon menandatangani lima (5) poin rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk menyelamatkan hutan di Samosir. Wakil rakyat itu meminta Bupati Samosir mengusulkan kepada pemerintah mencabut izin konsesi dan operasional PT Toba Pulp Lestari (TPL). Artinya, tak cuma menghentikan sementara operasional.
Kelima poin itu adalah: Bupati Samosir supaya mengusulkan pencabutan izin konsesi dan operasional PT Toba Pulp Lestari Tbk di wilayah Kabupaten Samosir kepada Menteri Kehutanan dan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Pemerintah daerah segera membentuk satuan tugas terpadu dalam rangka menginventarisir, monitoring dan evaluasi izin operasional pengelolaan hutan di wilayah Kabupaten Samosir.
Menyusun regulasi terkait persyaratan penerbitan izin pengelolaan hutan di Kawasan Kabupaten Samosir yang wajib memiliki rekomendasi dari Bupati Samosir sebagai pemerintah daerah.
Pemerintah daerah mendorong dan mendesak pemerintah pusat khususnya Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup agar mengembalikan tanah adat dan tanah ulayat yang masuk ke Kawasan hutan lindung/negara.
Pemerintah daerah mendorong dan mendesak Kementerian Kehutanan RI untuk melakukan evaluasi terhadap perizinan perhutanan sosial bagi kelompok hutan kemasyarakatan (HKm) yang mengelola Kawasan hutan lindung khususnya di daerah rawan bencana.
Melongok rekomendasi ini, terlihat bukan saja perusahaan yang memiliki izin konsesi, juga sejumlah koperasi memiliki izin perhutanan sosial bagi kelompok hutan kemasyarakatan (HKm) yang mengelola kawasan hutan lindung yang rawan bencana di Kabupaten Samosir.
Karena itu, DPRD mendesak Kementerian Kehutanan mengevaluasi izin perhutani sosial bagi kelompok hutan kemasyarakatan (Hkm).
Tidak tahu persis berapa jumlah koperasi yang memiliki izin mengelola hutan HKm dari Kementerian Kehutanan. Yang jelas, Koperasi Parna Jaya Sejahtera (KPJS) memiliki izin dari Kementerian Kehutanan untuk mengelola seluas 688 hektar hutan di lima desa yakni Desa Ambarita, Desa Unjur, Desa Martoba, Desa Garoga dan Desa Sialagan/Pinda Raya.
Masyarakat Kenegerian Ambarita terus mendesak Kementerian Kehutanan untuk mencabut izin tersebut, karena diduga koperasi ini melanggar SOP atau mencoak pohon pinus dan membuka jalan di atas gunung Ambarita secara serampangan, sehingga banyak pohon pinus mati dan tumbang.
”Jika hal ini dibiarkan secara terus menerus—pas musim hujan berakibat banjir bandang dan tanah longsor yang mengakibatkan bukan saja merusak rumah, harta benda, ternak, lahan pertanian dan lain-lain, tapi juga menelan korban jiwa akibat tertimbun tanah longsor dari atas gunung menimpah rumah-rumah warga yang ada di bawah jaraknya berdekatan,” kata seorang warga Ambarita, sambil menambahkan mereka sulit tidur jika hujan deras, karena khawatir terjadi bencana ekologis seperti di Tapanuli Raya.
Sementara itu, Pdt Dr.Viktor Tinambunan, MST mengakui mendapat angin segar dari Kabupaten Samosir. DPRD resmi merekomendasi pencabutan konsesi PT TPL. “Dalam komunikasi kami dengan Bapak Marco Simbolon, poin utama keputusan: Agar Pemerintah Pusat segera menghentikan segala aktivitas PT TPL dan mencabut segala izin PT. TPL di wilayah Kabupaten Samosir, sebut Viktor seperti dikutip postingan fb. Viktor juga mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kab Samosir yang benar-benar memiliki kepekaan dan visi masa depan Tano Batak yang lestari dan masyarakat sejahtera.
Sejumlah tokoh masyarakat menegaskan, pemerintah jangan setengah hati menghukum PT Toba Pulp Lestari (TPL) cuma menghentikan sementara operasional. “Penghentian sementara ini sama saja hanya untuk meredam gejolak sosial yang kini kian meningkat. Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup wajib membubarkan atau menutup operasional secara permanen, karena diduga perseroan ini pemicu bencana ekologis yang menewaskan ribuan jiwa di Sumut, Sumbar dan Aceh,” kata seorang Raja Bius di Samosir, kemarin.
Bahkan tidak cukup menutup atau mencabut izin konsesi hutan, karena negara wajib melindungi warganya. Karena itu, para pengusaha plus pejabat ‘nakal’ harus diadili karena diduga terlibat dalam perusakan hutan di Kawasan Hutan Tapanuli Raya ini.
Negara harus bertanggungjawab mengganti kerugian nyawa yang tak ternilai itu—termasuk harta para korban dst…Hukum dibuat untuk satu tujuan, yaitu Keadilan. Bencana ekologis hutan tidak akan terjadi jika fungsi pengawasan hutan melekat pada pejabat dijalankan dengan benar, , sehingga rakyat tak perlu jadi korban.
Lalu untuk apa ada gunanya hukum? Hukum jangan hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas (pejabat dan pengusaha). Kasihan rakyat selalu jadi korban manusia-manusia serakah yang hanya haus kekayaan dan kekuasaan dengan cara menindas rakyat. (A1)






