Sinata.id – Pemerintah tengah menimbang ulang arah pengelolaan dana negara. Setelah dana raksasa senilai Rp270 triliun “parkir” di Bank Indonesia, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kini bersiap melakukan evaluasi menyeluruh. Tujuannya jelas, memastikan uang negara tak hanya aman di kas, tapi juga bergerak produktif untuk menggerakkan ekonomi rakyat.
Pemerintah tengah bersiap mengutak-atik ulang strategi pengelolaan kas negara. Kemenkeu memastikan akan melakukan evaluasi besar terhadap dana milik negara yang saat ini disimpan di Bank Indonesia (BI), jumlahnya tak main-main, mencapai sekitar Rp270 triliun.
Langkah ini bukan sekadar soal angka di neraca, tapi menyangkut bagaimana pemerintah menjaga ritme keuangan negara di tengah tantangan ekonomi global yang dinamis.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa pemerintah selalu menimbang dua hal utama dalam menjaga stabilitas kas negara. Pertama, memastikan kebutuhan operasional pemerintah untuk satu hingga dua bulan ke depan tetap aman. Kedua, menyiapkan penyangga (buffer) agar negara tetap tangguh jika terjadi guncangan ekonomi.
“Waktu pandemi dan masa boom komoditas, penerimaan negara cukup besar. Tapi belanja juga harus tetap digenjot sesuai rencana,” ujar Febrio, Senin (13/10/2025).
Baca Juga: Harga Emas Antam Pecah Rekor Akibat Ketegangan AS–China
Ia menegaskan, Kemenkeu saat ini tengah menelaah berapa jumlah kas ideal yang sebaiknya disimpan di Bank Indonesia. Evaluasi ini sedang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai bagian dari perhitungan ulang kebutuhan kas nasional.
Rp100–200 Triliun Jadi Angka Patokan Awal
Menurut Febrio, besar kemungkinan jumlah kas pemerintah yang disimpan di BI ke depan akan disesuaikan. “Apakah Rp100 triliun, Rp200 triliun, atau lebih — semuanya sedang dievaluasi,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemerintah kini memiliki instrumen pembiayaan yang lebih hidup dan likuid, seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN). “Pasar SBN dan SPN kita sudah aktif, bunganya kompetitif, likuiditasnya terjaga. Jadi, tak ada alasan memegang kas terlalu banyak,” imbuhnya.
Dengan kata lain, pemerintah kini bisa lebih fleksibel: ketika butuh dana, pasar keuangan domestik siap menopang — tanpa harus menimbun uang dalam jumlah besar di bank sentral.
Dana Menganggur Siap Digerakkan ke Perbankan
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengonfirmasi bahwa masih ada dana besar yang “parkir” di Bank Indonesia. Jumlahnya mencapai Rp270 triliun.
“Masih ada sekitar Rp270 triliun di BI. Jadi, uang saya cukup banyak,” ujar Purbaya kepada wartawan di Jakarta, Rabu lalu (8/10/2025).
Namun, Purbaya menegaskan dana itu tidak akan diam terlalu lama. Pemerintah siap menggerakkannya untuk menambah likuiditas perbankan nasional, terutama agar dana tersebut bisa berputar kembali dalam bentuk kredit ke sektor riil.
“Kalau nanti dibutuhkan untuk menambah likuiditas, kita keluarkan saja sebagian. Sekitar Rp100 triliun itu masih bisa kita pakai,” katanya.
Suntikan untuk Bank Daerah dan Himbara
Kebijakan penyaluran likuiditas bukan hal baru bagi pemerintah. Sebelumnya, dana pemerintah juga sempat disalurkan ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk menjaga peredaran uang tetap aktif di pasar.
Kini, Purbaya menyebut, langkah serupa berpotensi dilakukan untuk Bank DKI Jakarta dan Bank Jatim, dengan total suntikan mencapai Rp20 triliun.
“Kalau Rp5 sampai Rp10 triliun per bank, dua bank ya total sekitar Rp20 triliun,” jelasnya di Kantor Kemenkeu, Selasa lalu (7/10/2025).
Menariknya, Purbaya mengaku tidak khawatir uang pemerintah akan “tertidur” di bank-bank daerah tersebut. Ia menilai baik Bank DKI maupun Bank Jatim memiliki kekuatan likuiditas dan permintaan kredit yang tinggi.
“Bank DKI kuat uangnya, Jawa Timur juga sama. Permintaannya tinggi dan mereka punya kapasitas. Jadi saya nggak khawatir,” tegasnya.
Langkah evaluasi ini menandai arah baru kebijakan fiskal Indonesia: dari menimbun cadangan besar ke pendekatan yang lebih aktif dan produktif.
Dengan ekonomi yang mulai stabil pascapandemi dan pasar keuangan yang semakin dalam, pemerintah tampak siap meninggalkan pola “main aman” dan beralih pada strategi pengelolaan kas yang lebih dinamis, memanfaatkan momentum untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi dari sisi riil.
Seperti diungkap Febrio, “Tantangannya bukan sekadar menjaga uang negara tetap aman, tapi bagaimana uang itu bekerja untuk rakyat.” [zainal/a46]