Pematangsiantar, Sinata.id – Warga Kelurahan Timbang Galung, Kota Pematangsiantar, keluhkan kewajiban membayar iuran bulanan untuk kegiatan jaga malam atau siskamling yang diberlakukan sejak 1 Mei 2025. Meski diklaim sebagai hasil musyawarah, kebijakan ini dianggap belum memiliki dasar hukum yang jelas.
“Kalau tidak bayar, nanti takut ada tekanan dari tetangga atau RT. Ini seolah dipaksa,” kata salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Iuran tersebut diatur melalui surat LPM Kelurahan Timbang Galung nomor 034.4/400/10/217/IV/2025, ditandatangani Lurah Syahrizal Hasibuan dan Ketua LPM inisial MAL.
Dalam surat itu disebutkan bahwa hasil rapat RT, RW, Ketua Lingkungan, dan LPM pada 28 April 2025 menetapkan biaya iuran, yakni, warga biasa sebesar Rp10.000; warga ekonomi menengah ke atas Rp50.000, dan bagi pemilik usaha/ruko: minimal Rp100.000.
Pengutipan dilakukan oleh masing-masing RT sejak tanggal 1 setiap bulan dengan kupon resmi yang ditandatangani lurah dan Ketua LPM serta distempel asli.
Ketika dikonfirmasi, Lurah Syahrizal Hasibuan membenarkan adanya pungutan tersebut. Ia menegaskan bahwa pungutan telah disepakati lewat musyawarah.
“Benar, itu atas dasar musyawarah bersama dengan RT, RW, dan LPM. Kami hanya menindaklanjuti hasil kesepakatan,” ujar Syahrizal.
Sementara praktisi hukum Pondang Hasibuan agaknya berpendapat lain. Ia menilai, meskipun disepakati secara musyawarah, pungutan seperti ini tetap memerlukan dasar hukum yang kuat.
“Musyawarah tidak bisa dijadikan tameng untuk melegalkan pungutan yang berpotensi menjadi pungli. Ketika ada uang yang diminta, meski disepakati, tetap butuh dasar hukum. Dan seorang lurah seharusnya menjadi penjaga aturan, bukan malah memberi legalitas,” ujar Pondang.
Ia juga mengingatkan bahwa praktik seperti ini dapat mengarah pada pelanggaran hukum yang diatur dalam Undang-undang Tipikor, KUH-Pidana maupun UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN. (FS)