Pematangsiantar, Sinata.id – Dirut RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar dr Aulia Sukri Sambas merespons tuduhan korupsi dalam pengadaan Master Plan RSUD Djasamen Saragih senilai lebih dari Rp2 miliar.
Tuduhan itu dilontarkan MANKOSU (Mahasiswa Anti Korupsi Sumatera Utara) yang berunjuk rasa di Kejati Sumut, Rabu (15/10/2025). Massa menuding adanya kolusi antara pimpinan RSUD, PPK, dan kontraktor pelaksana—PT Fasade Kobetama Internasional—yang dinilai sengaja diatur untuk memenangkan tender.
Aulia membantah tuduhan itu. Dia menyatakan masih belum paham dengan tuduhan sekelompok mahasiswa yang menyeret ia maupun lembaga-nya. Menurutnya, pihaknya sama sekali tak mengurusi tentang lelang atau tender, tetapi dituduh mengatur lelang.
Direktur rumah sakit plat merah itu menjelaskan, lelang merupakan ranah Bagian Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa atau UKPBJ Pemko Pematangsiantar.
“Yang melelangkan itu kan UKPBJ. Kok jadi kami yang dituduh yang engga-engga. PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) juga demikian (tak ada kaitan lelang). Kami hanya menerima hasil (lelang) UKPBJ, siapa yang menang lelang, ya kami terima hasilnya,” katanya kepada Sinata.id, Sabtu (18/10/2025).
Baca juga:
Mahasiswa Tuding Proyek Master Plan RSUD Djasamen Saragih Rp2 M Beraroma Korupsi
Rp 500 M dari Danantara, RSUD Djasamen Siapkan Master Plan Menuju RS Nasional
Atas dasar itu lah, Aulia beranggapan tudingan berkolusi dengan panitia dan pemenang tender untuk mengatur pemenang tender, tidak berdasar. Dia menyatakan tudingan merupakan fitnah.
“Tolong luruskan fitnah itu!” ujarnya.
Sebelumnya, Kelompok Mahasiswa Anti Korupsi Sumatera Utara (MANKOSU) melaporkan dugaan korupsi dalam proyek penyusunan Master Plan RSUD dr Djasamen Saragih Pematangsiantar yang menelan biaya lebih dari Rp2 miliar.
Mereka menuduh adanya kolusi antara pimpinan RSUD, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan PT Fasade Kobetama Internasional untuk mengatur pemenangan tender. Biaya yang dinilai “tidak masuk akal” untuk sebuah master plan ini diduga hanya akal-akalan oknum untuk mencari keuntungan pribadi.
Sebagai tindak lanjut, mahasiswa menuntut Kejati Sumut untuk memeriksa para pihak yang terlibat dan meminta Walikota Pematangsiantar melakukan audit internal. (A58)