Pematangsiantar, Sinata.id – Soal disharmoni Walikota Wesly Silalahi dan Wakil Waliota Herlina mengemuka dalam rapat paripurna DPRD Kota Pematangsiantar, Kamis (20/11/2025). Hal ini menjadi sorotan serius dari tiga fraksi pengusung — NasDem, Gerindra, dan Demokrat — yang kompak memberikan kritik keras.
Fraksi NasDem: Ketidakhadiran Wawali Bukan Hal Sepele
NasDem mengawali kritik dengan mempertanyakan absennya Wakil Wali Kota dalam sejumlah rapat paripurna. Fraksi ini menilai ketidakhadiran tersebut patut dipertanyakan karena dapat menimbulkan persepsi disharmoni di masyarakat.
“Kami meminta penjelasan agar publik tidak menafsirkan adanya ketidakharmonisan,” ujar Darson Rajagukguk, juru bicara Fraksi NasDem.
Sumber internal DPRD menyebut, absennya Wawali mengindikasikan kegagalan Sekda dalam memastikan koordinasi pimpinan daerah berjalan semestinya.
Fraksi Gerindra: APBD 2026 Tidak Bermakna Jika Pimpinan Daerah Tak Selaras
Gerindra menyampaikan kritik paling keras. Mereka menilai pembangunan tidak akan berjalan efektif selama Wali Kota dan Wawali tidak memiliki keselarasan arah.
“Sepanjang tidak terdapat keselarasan antara Wali Kota dan Wakil, membahas APBD 2026 tidak akan bermakna bagi masyarakat,” ujar Chairuddin Lubis.
Gerindra juga menemukan adanya program pemerintah yang dinilai tidak sinkron di lapangan, bahkan menimbulkan kegaduhan. Fenomena ini kembali menguatkan dugaan bahwa kendali koordinasi birokrasi tidak berjalan baik di bawah Sekda.
Fraksi Demokrat: Wakil Wali Kota Tidak Dilibatkan
Fraksi Demokrat menyatakan bahwa Wakil Walikota terlihat kurang dilibatkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Padahal pelibatan itu adalah amanat undang-undang, terutama terkait fungsi pengawasan dan pelayanan.
Kondisi ini, menurut pengamatan fraksi, menjadi indikator bahwa alur pelibatan Wawali terputus pada level koordinasi administratif, yang merupakan ranah Sekda.
Untuk menilai lebih jauh persoalan ini, Sinata.id meminta pandangan Pondang Hasibuan, pengamat hukum dan tata kelola pemerintahan. Pondang memberikan analisis tajam mengenai situasi yang terjadi di Pematangsiantar.
Menurutnya, ketidakhadiran Wawali dalam forum resmi, program yang tidak sinkron, dan munculnya keributan di lapangan merupakan tanda kelemahan struktural pada fungsi Sekda.
“Jika relasi Wali Kota dan Wakil Wali Kota retak dan tidak ada koordinasi yang mulus, itu berarti fungsi Sekda sebagai penjaga arus komunikasi internal tidak berjalan,” ujar dia, Sabtu (22/11/2025).
Sekda, kata Pondang, merupakan “mesin administrasi” pemerintahan. Jika mesin ini bermasalah, seluruh sistem terganggu. Ia menilai keberanian tiga fraksi pengusung untuk menyampaikan kritik terbuka menunjukkan bahwa persoalan telah mencapai tingkat yang mengancam kredibilitas politik mereka sendiri.
“Ketika partai pendukung ikut menekan pemerintahannya sendiri, itu adalah alarm keras bahwa situasi koordinasi sudah tidak sehat,” jelasnya.
Dalam konteks politik lokal, lanjutnya, fraksi pengusung biasanya memilih diam atau berjalan dalam pola komunikasi tertutup. Namun pilihan untuk menekan secara terbuka menandakan ada kekhawatiran besar mengenai stabilitas pemerintahan.
Menurut Pondang, konflik Wali Kota–Wawali di banyak daerah sering dipicu oleh Sekda yang; terlalu pasif, tidak tegas, atau dianggap tidak netral dalam dinamika internal.
“Jika Sekda gagal menjaga keseimbangan, maka relasi pimpinan akan retak, dan dampaknya langsung terasa pada pelayanan publik,” terangnya
APBD 2026 Berpotensi Gagal Sasaran
Pondang memperingatkan risiko besar yang muncul apabila disharmoni tidak segera diselesaikan. APBD 2026, yang saat ini dibahas, berpotensi tidak tepat sasaran karena arahan kebijakan antara Wali dan Wawali tidak seragam.
“APBD akan menjadi angka-angka tanpa makna jika pimpinan daerah tidak bergerak dalam ritme yang sama,” sambungnya.
Evaluasi Menyeluruh Peran Sekda
Pondang menegaskan bahwa perbaikan harus dimulai dari titik koordinasi utama, yaitu Sekda. Ia merekomendasikan; audit kinerja Sekda, pembenahan mekanisme koordinasi, keterlibatan penuh Wawali dalam proses kebijakan, dan serta penguatan jalur pelaporan OPD.
“Jika Sekda tidak mampu mengendalikan ritme pemerintahan, Wali Kota harus mengevaluasi dan mengambil langkah tegas,” pungkasnya. (A27)