Sinata.id – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia meledak emosinya. Ia menegaskan, pemerintah tak akan mentolerir operator SPBU swasta yang bandel dan enggan mengikuti aturan main di Indonesia. Bahkan, Bahlil tak segan meminta mereka hengkang dari Tanah Air bila tak mau tunduk pada hukum.
Suasana di forum HIPMI-Danantara Indonesia Business Forum 2025 di Hotel Kempinski, Jakarta, Senin (20/10/2025), sempat memanas. Di hadapan para pelaku usaha, Bahlil Lahadalia menyampaikan peringatan keras kepada badan usaha (BU) hilir migas swasta yang hingga kini belum juga menandatangani kesepakatan pembelian BBM dasar atau base fuel dari Pertamina.
“Kalau ada yang merasa negara ini tak punya aturan, silakan cari negara lain. Di Republik Indonesia, semua harus patuh pada hukum yang berlaku,” tegas Bahlil dengan nada tinggi.
Sebelumnya, laporan soal kekosongan pasokan BBM di sejumlah SPBU swasta seperti Shell, BP-AKR, dan Vivo sudah diterima Kementerian ESDM. Namun, Bahlil menegaskan, pemerintah sebenarnya sudah memberi tambahan kuota impor sebesar 10 persen dari total realisasi tahun lalu.
Baca Juga: BLT Rp900 Ribu Dibayar Sekaligus Cair Hari Ini, Langsung Masuk ke Rekening Penerima
“Sudah kita tambahkan kuota impornya. Jadi kalau masih kosong, jangan minta tambahan lagi,” ujarnya.
Ia menambahkan, urusan pengaturan bisnis migas tetap menjadi hak negara sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945.
“Negara ini bukan tanpa tuan. Cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara,” tegasnya.
Target Penandatanganan Molor Lagi
Harapan pemerintah agar SPBU swasta segera meneken kesepakatan pembelian BBM dasar kembali kandas. Rencana penandatanganan pada Jumat (17/10/2025) ternyata kembali molor.
PT Pertamina Patra Niaga (PPN) melalui Pj Corporate Secretary Roberth Dumatubun menjelaskan, negosiasi dengan badan usaha migas swasta masih berkutat pada aspek teknis dan komersial. “Masih dibahas soal spesifikasi teknis dan aspek komersialnya,” kata Roberth.
Ia memastikan PPN sudah mengajukan penawaran ke seluruh operator SPBU swasta dan meminta data kebutuhan mereka. “Kalau mereka oke, baru lanjut ke tahap berikutnya,” jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, sempat mengatakan keputusan soal serapan base fuel impor untuk SPBU swasta akan diumumkan Jumat malam (17/10/2025).
Namun, hingga kini belum ada hasil final. “Masih dibahas, mungkin sore atau malam ini keluar keputusan,” ujarnya saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan.
Simon tak menyebutkan SPBU mana saja yang telah menyatakan siap membeli, hanya menegaskan bahwa “ada beberapa yang sudah menunjukkan minat.”
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, tetap optimis negosiasi akan menemukan titik terang dalam waktu dekat. Ia mengatakan, perubahan skema negosiasi, dari mekanisme lelang menjadi pembahasan langsung antara Pertamina dan masing-masing badan usaha, akan mempercepat kesepakatan.
“Dengan cara baru ini, kita harap proses lebih efektif dan tak ada lagi peserta yang mundur di tengah jalan,” ujarnya di sela Minerba Convex 2025.
Laode juga memperkirakan pasokan BBM di SPBU swasta bakal kembali normal paling lambat akhir Oktober 2025. “Saya optimis, akhir bulan ini kebutuhan BBM mereka bisa terisi,” katanya penuh keyakinan.
Dua Kargo BBM Tak Laku
Ironisnya, dua kargo base fuel impor Pertamina yang sejatinya disiapkan untuk SPBU swasta justru belum terserap sama sekali. Dua pengiriman masing-masing sebanyak 100.000 barel, yang tiba pada 24 September dan 2 Oktober 2025, belum juga laku dijual.
Vivo disebut membatalkan pesanan 40.000 barel karena menyoal kandungan etanol 3,5 persen, sedangkan BP-AKR mengeluhkan tidak adanya certificate of origin.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34 persen atau sekitar 7,52 juta kiloliter untuk tahun 2025.
Di sisi lain, operator SPBU swasta justru menuntut tambahan pasokan RON 92 sebanyak 1,2 juta barel dan RON 98 sebanyak 270.000 barel agar stok tetap aman hingga akhir tahun. [zainal/a46]