Sidoarjo, Sinata.id – Proses evakuasi korban reruntuhan ponpes di Sidoarjo pascagempa Sumenep semakin rumit dan penuh kehati-hatian. Kondisi celah reruntuhan yang menyempit akibat gempa susulan menjadi tantangan terbesar bagi Tim SAR Gabungan.
Kesulitan ini diungkapkan oleh Kasubdit RPDO Basarnas, Emi Freezer. Ia menjelaskan bahwa gempa magnitudo 6,5 yang mengguncang Sumenep, Jawa Timur, pada Senin (30/9) malam, berdampak signifikan pada lokasi kejadian.
“Sebelum kegempaan posisi bordes (garis batas celah) kurang lebih sekitar 15 cm dari surface atau dari lantai. Dengan posisi korban masih bisa bisa menggerakkan kepala. Namun setelah pasca kegempaan semalam, posisi Bordes turun signifikan. Kurang lebih 10 cm,” katanya di Posko SAR Gabungan, Sidoarjo, Rabu (1/10/2025).
Dengan celah yang kini hanya sekitar 10-12 cm—sekitar diameter kepala remaja—kondisi korban yang terjebak semakin terhimpit. Emi menegaskan bahwa proses evakuasi saat ini sangat sulit karena kondisi reruntuhan yang rentan bergoyang dan tidak stabil.
“Nah, sehingga dengan ketinggian ini kami ingin memberikan gambaran bahwa complicated, kesulitan kami ini adalah bagaimana mempertahankan nyawa target tapi akses yang kita gunakan memang membutuhkan waktu yang lebih lama,” ucapnya.
Meski tidak kekurangan alat atau personel—terdapat 375 personil dengan peralatan lengkap—faktor keamanan menjadi prioritas mutlak. Hal ini pula yang membuat alat berat belum dapat digunakan.
“Artinya kita tidak kekurangan peralatan. Namun kehati-hatian yang kita kedepankan untuk memberikan kesempatan seperti tadi Kabar sampaikan satu nyawa sangat berharga,” tegas Emi.
Gempa bumi bermagnitudo 6,5 yang berpusat di laut sekitar 50 kilometer tenggara Sumenep terjadi pada kedalaman dangkal 11 kilometer. Gempa ini terjadi ketika puluhan santri masih terjebak di reruntuhan Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, yang ambruk pada Senin (29/9) sore.
Saat kejadian, ratusan santri sedang melaksanakan Salat Ashar berjemaah di gedung tiga lantai yang masih dalam tahap pembangunan tersebut.
Berdasarkan data sementara, terdapat 102 orang santri menjadi korban. Tiga orang dilaporkan meninggal dunia, dan diperkirakan masih ada 91 orang yang terjebak di dalam reruntuhan. (A58)