Rusia, Sinata.id – Untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade, supremasi udara Amerika Serikat yang diwakili oleh jet tempur siluman F-22 Raptor dan F-35 Lightning II, mendapat penantang serius dari Timur: Sukhoi Su-57 milik Rusia.
Sukhoi Su-57 adalah bukti nyata ambisi Rusia dan bukan sekadar propaganda. Pesawat ini memenuhi semua pilar utama jet generasi kelima: stealth, kemampuan supercruise (terbang supersonik tanpa afterburner), manuverabilitas tinggi, avionik terintegrasi, dan ruang senjata internal. Ini menempatkannya sejajar di atas kertas dengan F-22 dan F-35.
Dengan biaya produksi sekitar USD 60 juta (setara Rp995M) per unit, Su-57 menawarkan harga yang jauh lebih terjangkau dibandingkan F-35 (USD 80 juta) dan F-22 (USD 110 juta). Hal ini menjadikannya opsi potensial bagi negara-negara yang ingin memiliki kemampuan stealth tanpa membebani anggaran.
Su-57 ditenagai dua mesin Saturn AL-41F1 yang memampukannya mencapai kecepatan Mach 2. Yang lebih mengesankan, jet ini mampu melakukan supercruise pada Mach 1.6. Pengembangan mesin baru “Izdeliye 30” juga diklaim akan meningkatkan daya dorong dan efisiensi bahan bakar.
Meski mengadopsi desain blended wing-body dan lapisan penyerap radar, efektivitas kemampuan siluman Su-57 masih menjadi bahan perdebatan di kalangan analis. Banyak pakar Barat meyakini Radar Cross Section (RCS) -nya masih lebih besar dibandingkan pesawat siluman AS.
Berkat sistem thrust vectoring tiga sumbu, pesawat ini mampu melakukan manuver-manuver ekstrem di luar batas pesawat biasa, seperti manuver “Cobra”, yang membuatnya sangat mematikan dalam pertempuran jarak dekat.
Kecanggihan Su-57 tidak berhenti di mesin. Ia dilengkapi radar AESA N036 Byelka yang mampu melacak 60 target dalam radius 400 km, kokpit dengan tampilan augmented reality, dan rangkaian senjata internal yang lengkap—dari rudal udara R-77M hingga rudal jelajah Kh-59MK2.
Hingga saat ini, jumlah Su-57 yang beroperasi diperkirakan hanya 12–20 unit. Pesawat ini juga pernah mengalami insiden jatuh pada 2019.
Meski ada laporan tidak terverifikasi tentang keterlibatannya dalam perang Ukraina, keterbatasan jumlah membuat Rusia berhati-hati dalam penggunaannya.
Sanksi internasional juga mempersulit ekspor pesawat ini, yang menyebabkan mitra potensial seperti India memilih mundur. (A58)